Jumat, 27 Februari 2009

leaflet hipertensi

SAP Hipertensi

SATUAN ACARA PENYULUHAN
HIPERTENSI
DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) SERANG
TAHUN 2009























DI SUSUN OLEH :

Lukmanul Hakim, S.Kep




KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN (STIKes-FA)
SERANG – BANTEN
2009



SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Penyakit kardiovaskuler
Pokok Bahasan : Hipertensi
Sasaran : Klien dan Keluarga Klien yang berada di Ruang Cempaka
Tempat : Ruang Cempaka RSUD Serang
Tanggal : 14 Februari 2009
Waktu : 20 menit
Media : leafleat, Infocus dan Laptop
Penyaji : Lukmanul Hakim, S.Kep
Metode : Ceramah, Tanya Jawab

I. Latar Belakang

Darah tinggi merupakan fenomena yang sering terjadi baik dikalangan orang yeng berstatus ekonomi tinggi maupun berstatus ekonomi rendah, karena darah tinggi atau hipertensi merupakan yang umum yang biasanya dapat terjadi salah satunya karena factor merokok dan minuman beralkohol.
“lebih baik mebeli rokok dari pada membeli semangkuk sayuran untuk dimakan” hal ini merupakan persepsi yang salah bagi kebanyakan orang. Mereka tidak mengetahui bahkan lebih buruknya lagi mereka mengetahui bahaya yang terjadi, bahwa merokok merupkan hal yang negative, disamping dapat merusak organ-organ yang berada ditubuh kita seperti dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan jantung, merokok juga dapat menguras atau meminimalkan pendapatan dari segi financial yang mereka dapat bersusah payah.
Di sisi lain, krisis ekonomi global yang terjadi saat ini dapat menjadi pencetus bagi penyakit hipertensi, dengan sulitnya ekonomi yang melanda dunia, khususnya di Indonesia, kebanyakan menjadikan keadaan psikologis orang yang terganggu seperti cemas, tegang, bingung bagaimana seorang kepala keluarga dapat menghidupi keluarganya, sehingga menimbulkan peningkatan tekanan darah. Sama halnya seperti keluarga klien termasuk klien yang berada di ruang cempaka, dengan kondisi yang tidak sehat serta kekhawatiran bagi keluarga dengan salah satu anggota keluarganya yang sedang di rawat di ruang cempaka RSUD Serang, hal demikian adalah salah satu stress psikosial yang dapat memicu terjadinya Hipertensi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami tertarik untuk memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan mengenai Hipertensi yang meliputi : pengertian Hipertensi, Penyebab Hipertensi, Tanda dan Gejala Hipertensi, dampak hipertensi, Pencegahan serta ponanganan Hipertensi baik secara farmakologik maupun secara NonFarmakologik

II. Tujuan Umum :
setelah dilakukan penyuluhan klien dan keluarga klien yang berada di ruang cempaka RSUD Serang, diharapkan mampu memahami tentang penyakit hipertensi dan penanganannya.

III. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan tindakan penyuluhan;
• Klien dan Keluarga dapat memahami pengertian hipertensi dan klasifikasinya.
• Klien dan Keluarga dapat mengenal tanda – tanda dan gejala hipertensi
• Klien dan Keluarga dapat mengetahui penyebab hipertensi
• Klien dan Keluarga dapat mengetahui komplikasi / bahaya yang dapat ditimbulkan
• Klien dan Keluarga dapat memahami pencegahannya dan diet pada hipertensi

IV. Pokok Materi
1. Pengertian Hipertensi
2. Faktor penyebab Hipertensi
3. Tanda dan gejala Hipertensi
4. Dampak dari Hipertensi
5. Pencegan Hipertensi
6. Penanganan Hipertensi

V. KEGIATAN PENYULUHAN
Tahap Kegiatan Kegiatan penyaji Kegiatan peserta Media
Pembukaan
(5 menit)

• Salam pembuka
• Pekenalan
• Menjelaskan maksud dan tujuan penyuluhan.


• Memberi pertanyaan perihal yang akan disampaikan Memperhatikan mendengarkan dan menjawab pertanyaan


Ceramah dan tanya jawab




Penyajian
(10 menit ) Menyampaikan materi :
• Menjelaskan pengertian hipertensi
• Menyebutkan klasifikasi hipertensi
• Menjelaskan penyebab dari hipertensi
• Menjelaskan tanda – tanda dan gejala hipertensi
• Menjelaskan dampak dan bahaya yang dapat ditimbulkan
• Menjelaskan pencegahan dari penyakit hipertensi
• Menjelaskan penanganan bagi penderita hipertensi Memperhatikan dan mendengarkan keterangan
Ceramah membagikan leafleat


Penutup
( 5 menit ) • Memberikan kesempatan bertanya pada Audience
• Merangkum Materi
• Salam Penutup Bertanya
Menjawab pertanyaan penyuluhan Tanya jawab




VI. Evaluasi

- Prosedur : Tanya Jawab
- jenis test : pertanyaan secara lisan
butir-butir soal :
1. sebutkan pengertian Hipertensi ?
2. sebutkan factor-faktor penyebab Hipertensi ?
3. sebutkan tanda dan gejala Hipertensi ?
4. sebutkan dampak dari Hipertensi ?
5. sebutkan cara pencegahan Hipertensi?
6. sebutkan cara penanganan Hipertensi?













MATERI PENYULUHAN

1. pengertian
hipertensi adalah suatu penekanan darah sistolik – diastolik yang tidak normal. Batas sistolik 140 – 190 mmHg dan diastolik 90 – 95 mmHg yang merupakan garis batas hipertensi. ( Silvia A. price. 2000 )

2. klasifikasi
menurut WHO :
Sistolik Diastolik
Normal < 140 mmHg < 90 mmHg
Tahap I 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
Tahap II 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
Tahap III 180 – 209 mmHg 110 – 120 mmHg
Tahap IV >210 mmHg > 120 mmHg


3. penyebab hipertensi :
a. tidak diketahui :
• keluarga dengan riwayat hipertensi
• pemasukan sodium yang berlebihan
• konsumsi kalori yang berlebihan
• kurangnya aktifitas fisik
• pemasukan alkohol yang berlebihan
• kurangnya potasium
b. diketahui
• penyakit parenkim dan vaskuler pada ginjal
• primary aldosteron
• chusing sindrome
• tumor otak
• Encephalitis
• Gangguan psikiatrik
• Kehamilan obat – obatan tertentu : misal; estrogen, glukokortikoid.
• Merokok.

4. Tanda dan gejala hipertensi
• Kelelahan
• Confusion
• Mual
• Muntah
• Ansietas
• Keringat berlebihan
• Muscle tremor
• Chest pain
• Pandangan kabur
• Telinga berdengin ( trinitus )

5. Komplikasi / Bahaya yang dapat ditimbulkan pada penyakit hipertensi
• Pada mata : penyempitan pembuluh darah pada mata karena penumpukan kolesterol dapat mengakibatkan retinopati, dan efek yang ditimbulkan pandangan mata kabur.
• Pada jantung : jika terjadi vasokonstriksi vaskuler pada jantung yang lama dapat menyebabkan sakit lemah pada jantung, sehingga timbul rasa sakit dan bahkan menyebabkan kematian yang mendadak.
• Pada ginjal : suplai darah vaskuler pada ginjal turun menyebabkan terjadi penumpukan produk sampah yang berlebihan dan bisa menyebabkan sakit pada ginjal.
• Pada otak : jika aliran darah pada otak berkurang dan suplai O2 berkurang bisa menyebabkan pusing. Jika penyempitan pembuluh darah sudah parah mengakibatkan pecahnya pembuluh darah pada otak ( Stroke )

6. pencegahan pada penyakit hipertensi
• pola hidup tenang atau santai, dan berfikir sehat ( positif ). Hindari stress serta sedih berkepanjangan
• olahraga sesuai kemampuan dan teratur
• istirahat yang cukup
• hindari merokok
• mengurangi makanan yang mengandung banyak lemak dan garam.
• Banyak makan buah dan sayuran
• Berobatlah atau kontrol yang teratur bila sudah lama terjangkit darah tinggi
• Periksalah sedini mungkin darah tinggi

7. Makanan apakah yang diperbolehkan
Semua bahan makanan segar atau diolah tanpa garam seperti ;
• Beras, ketan, ubi, mie tawar, maizena, terigu, gula pasir.
• Kacang – kacangan dan hasil olahannya seperti : kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang tolo, tempe, tahu, oncom.
• Minyak goreng, margarin tanpa garam.
• Semua sayuran dan buah – buahan tanpa garam
• Semua bumbu – bumbu segar dan kering yang tidak mengandung garam dapur.

8. Makanan yang tidak diperbolehkan
Semua makanan yang diberi garam natrium pada pengolahan seperti ;
• Roti, biskuit, kraker, cale dan kue lain yang dimasak dengan garam dapur dan atau soda.
• Jerohan, dendeng, abon, corned beaf, daging asap, ikan asin, telur pindang, sarden, ebi, udang kering, telur asin, telur pindang.
• Keju, keju kacang tanah.
• Semua sayuran dan buah yang diawetkan dengan garam dapur.
• Garam dapur, vetsin soda kue, kecap maggi, terasi, saos tomat, petis, taoco.
• Coklat.
• Minuman berkafein, kopi the, dan bercarbon atau mengandung soda

Referensi :
1. Sylvia A. Price. 2000. Patofisiologi. EGC. Jakarta.
2. Ignatisius. Donna. 1995. Medical Surgical Nursing Philadephia. Sender Company.
3. FKUI/ 1996. Buku Ajar Kardiologi. Gaya Baru. Jakarta.
4. Mansjoer, Ariep, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta

Rabu, 25 Februari 2009

ASKEP Apendiksitis

1. KONSEP ANATOMIS

B. Anatomi Fisiolgi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk diserap pleh tubuh dengan jalan proses pencernaan ( pengunyahan ), dan pencampuran dari mulut samapai anus.

 Susunan saluran pencernaan meliputi :
1. Mulut
2. Lidah, orofaring, esofagus
3. Gaster ( lambung )
4. Usus Halus terdiri dari Duodenum, Jejenum, Ileum
5. Usus Besar terdiri dari : Sekum, Apendiks dan Colon Assenden, Transversum dan Colon Dessenden
6. Colon Sigmoid
7. Anus

 Mulut, Orofaring dan Esofagus merupakan jalan masuk system pencernaan dan pernafasan, bagian dari dalam mulut dilapisi oleh selaput lendir, saluran dari kalenjar liur di pipi, dibawah lidah dan di bawah rahang mengalirkan isinya ke dalam mulut, di dasar mulut terdapat lidah yang berfungsi untuk merasakan dan mencapur makanan, di belakang dan di bawah mulut terdapat tenggorokan ( faring ). Pengecapan di rasakan oleh organ perasa yang terdapat dipermukaan lidah, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Makanan yang dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (Molar Graham ), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah di cerna, kalenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim pencernaan. Didalam ludah mengandung antibody dan enzim (Spilozosim) yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung . proses menelan dimuali secara sadar dan berlanjut secara otomatis, epiglutus akan menutup secara otomatis agar makanan tidak masuk kedalam trachea dan paru-paru, makanan masuk melalui esophagus yaitu saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh selaput lendir, kerongkongan menghubungkan tenggorokan dengan lambung, makanan didorong dengan gerakan peristaltic. Lambung merupakan organ otot ber-rongga yang besar dan berbentuk seperti kacang kedelai, makanan yang masuk ke dalam lambung dan kerongkongan memlaui otot berbentuk cincin (sfingter) yang bisa membuka dan menutup, dalam keadaan normal sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan, didalam lambung makanan diproses dan bercampur dengan enzim pencernaan.
 Usus Halus. Lambung melepaskan makanan ke dalam duodenum melalui spingter filerus, jika penuh maka doedenum akan mengirim sinyal kepada lambung untuk berhenti mengirimkan makanan, duodenum meneria enzim pankreatik dari pancreas dan empedu dari hati. Dengan gerakan peristaltic, makanan akan bercampur dengan zat yang dihasilkan oleh usus, makanan diserap melalui villli dan mikrovilli, dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta, kepadatan dari usus berubah secara bertahap seiring dengan perjalanannya melalui usus halus di dalam duodenum, air dengan cepat di pompa kedalam isis usus untuk melarutkankan keasaman lambung, ketika melewati usus halus, bagian bawah isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-enzim peritaltik. Enzim tersebut akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak.

 Usus Besar : Colon Assenden (Kanan), Colon Transversum (atas), Colon Desenden (kiri), Colon Sigmoid (berhubungan dengan Rektum) dan Apendiks (usus buntu) yang merupakan tonjilan kecil berbentuk seperti tabung yang terletak di colon asenden pada perbatasan colon asenden dan usus halus.

Colon Transversum



Colon Colon
Asenden Desenden




Apendiks
(UsusBuntu)
Rektum

Anus



Usus besar meghasilkan lendir dan berfungsi menyerap air dan elekrtolit dari tinja ketika mencapai usus besar , isi usus berbentuk cair, tetapi ketika mencapai rectum berbentuk menjadi padat, banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan makanan dan membantu penyerapan zat-zat gizi, bakteri didalam usus besar berfungsi membuat zar-zat penting seperti Vitamin K, bakteri ini penting untuk fungsi normal usus.
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal daru ujung usus besar ( setelah colon sigmoid dan berakhir di anus, biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi yaitu colon desenden, jika colon desenden penuh dan tinja masuk kedalam rectum maka timbul keinginan untuk BAB ( buang air besar )
Anus Merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah dikeluarkan dari tubuh, suatu cincin berotot ( spingterani ) menjaga agar anus tetap tertutup.

C. Letak Anatomis Apendiks atau usus buntu

1. Letak Apendiks ( usus Buntu )
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

2. Ukuran Apendiks ( usus Buntu )
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
3. Posisi Apendiks ( Usus Buntu )
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.





1. KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Peradangan dari Apendiks veriformis merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering terajdi ( Kapita Selekta Kedokteran, 2002).
Apendiks adalah Umbai cacing atau yang lebih dikenal sebagai usus buntu yang terdapat diujung usus halus, sedangkan apendiksitis merupakan peradangan pada usus buntu yang disebabkan oleh masuknya kuman usus E.Coli ke usus buntu atau apendiks.

B. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 3 yakni :
1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
3. Apendisitis Perporata : perporasi apendiks yang akan mengakibatkan peritonitis yang akan ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat dengan menyebar keseluruh area perut menjadi tegang, nyeri tekan dan lepas.

C. Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

D. Manifestasi Klinis

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007).

E. PatoFisiologi

Apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hyperplasia jaringan limfoid sub mukosa , feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air dana akan terbentuk menjadi fekolit yang akhirnya sebagai penyebab sumbatan. Sumbatan lumen apendiks menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilicus dan efigastruim
Proses selanjutnya adalah invasi kuman E.Coli, Spesi bakterio dan lumen ke lapisan mukosa, sub mukosa, lapisan maksilaris dan akhirnya ke peritoneum parietaklis. Maka terjadilah peritonitis local kanan bawah.










PathWay

Sembelit Katup Ileosekal inkompeten

Flora kuman kolon meningkat Tekanan didalam sekum tinggi



Apendikstits mukosa

Pengosongan isi apendik
tehambat
Erosis selaput lendir Stenosis
Histolytica Penyumbatan lumen
Mesoapendik : pendek
Apendisitis komplet


Apendiktomy


insisi pembedahan kurang informasi tentang
kondisis, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan
terputusnya
kontinutias jaringan
Kurang Pengetahuan
merangsang mediator kima
(Bradikinin, Histamin,
Seotinin,Prostaglandin)

Adanya Luka terbuka
Sistem saraf pusat

Port De Entrée Mikrorganisme
Thalamus

Cortek Cerebri Reti Infeksi


Nyeri ( di persepsikan )

F. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis , gejalanya mencakup demam dengan suhu 377 0C atau lebih tinggi. Nyeri tekan abdomen yang terus menerus.

G. Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

H. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi








ASUHAN KEPERAWATAN



1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Tegal Wangi, Rt 02/05 Desa. Rawa Arum Kec. nGerogol Cilegon
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Satatus Perkawinan : Belum Kawin
No. Medrek : 515713
Tanggal Msk RS : 18 – 02 – 2009
Diagnosa Medis : Apendiksitis Akut
Tanggal Pengkajian : 19 Februari 2009

B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. Nursiah
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tegal wangi, Grogol Cilegon
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Hub. dg Klien : Kakak Kandung


2. Riwayat Kesehatan

- Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada abdomen bagian kanan bawah
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke UGD Pukul 22.00 WIB dengan keluhan nyeri pada perut bagian kanan bawah, klien mengatakan mual dan muntah ada, nyeri sudah dirasakan 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit pada sebelumnya
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit


3. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum Klien : Sedang
GCS : E 4 – M 6 – V 5 = 15
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital : TD : 130/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36 8 0C
RR : 20 x/menit


4. Pemeriksaan Fisik

Terlampir




5. Aktivitas Sehari hari

No Jenis Aktivitas Di Rumah Di RS
1  Makan
- Frekuensi
- Jenis Makanan
- Makanan yang tidak di sukai

 Minum
- Frekuensi
- Jenis Minuman
- Minuman yang tidak di sukai
Tidak teratur
Padat, Lunak
-


+1 lt / hari
Cair
-
3 x Sehari
Lunak
Bubur


+ 1,5 / hari
Cair
-
2  BAB
- Frekuensi
- Konsistensi

 BAK
- Frekuensi
- Konsistensi
- Jumlah
- Aroma
- Warna
3 x sehari
Padat


3 x sehari
Cair
+ 700 ml/hari
Amoniak
Kuning
Belum pernah
-


Terpasang DC
Cair

Amoniak
Kuning
3  Mandi
- Frekuensi

 Kebersihan Gigi
- Frekuensi

 Kebersihan Kuku
- Frekuensi
2 x sehari


2 x sehari


1 x seminggu
Belum pernah


Belum pernah


Belum pernah
4 Istirahat
 Tidur Malam
- Waktu
- Pola Istrirahat

 Tidur Siang
- Waktu
- Pola Istirahat

Tidak teratur
Pulas


Jarang
-

21.00 WIB
Pulas


11.00
Sering terbangun
5 Aktivitas
 Kegiatan
- Jenis Kegiatan
- Frekuensi

 Olah-raga
- Frekuensi
- Jenis Olah raga

Kerja
Setiap hari


Jarang
Sepak Bola

Tidak ada
-


Tidak ada
-



1. Data Sosial

Dalam kegiatan sehari hari sebagai penjaga Counter Handphone, klien jarang sekali bergaul dengan masyarakat setempat, karena kesibukannya, namun dengan teman sebayanya klien dapat bergaul dengan mereka

2. Data Spiritual
Klien sering mengikuti pengajian-pengajian rutin di tempat tinggalnya, klien juga dapat melakukan ibadah shalat dan membaca alqur’an.

3. Data Psikologis
Dalam keseharianya klien seorang yang ramah, tidak pemarah. Namun saat dilakukan pengkajian klien terlihat gelisah dan meringis karena kondisi penyakit yang di deritanya.









4. Pemeriksaan Penunjang
No Tgl &Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 18 Februari 2009

 Kimia Darah
- Gula Darah Sewaktu

 Fungsi Liver
- SGOT
- SGPT

 Fungsi Ginjal
- Ureum
- Kreatinin

\
 Hematologi
- Hemoglobin

- Leukosit
- Hematokrit

- Trombosit
- Laju Endap Darah

- Masa Perdarahan
- Masa Pembekuan


124 mg/dl


26 u/i
13 u/i


16 mg/dl
0.6 mg/dl



12.8 g/dl

11.400 / ul
37.0 %

220.000 /ul
30 mm/jam

2.30 menit
9 menit


< 200 mg/dl


L: < 37 P: < 31 u/i
L: < 41 P: < 31 u/i


17 – 43 mg/dl
L : 0.7 – 1.1 mg/dl
P : 0.6 – 0.9 mg/dl


L : 14 – 18 g/dl
P : 12 – 16 g/dl
5000-10000 /ul
L : 40 – 48 %
P : 37 – 43 %
150-450 ribu /ul
L : 0 – 10 mm/jam
P : 0 – 15 mm/jam
1 – 6 menit
5 – 15 menit
19 Februari 2009

 Kimia Darah
- Gula Darah Sewaktu

 Fungsi Liver
- SGOT
- SGPT

 Fungsi Ginjal
- Ureum
- Kreatinin



133 mg/dl


29
18


17 mg/dl
0.9 mg/dl



< 200 mg/dl


L: < 37 P: < 31 u/i
L: < 41 P: < 31 u/i


17 – 43 mg/dl
L : 0.7 – 1.1 mg/dl
P : 0.6 – 0.9 mg/dl

5. Data Therapy injeksi dan Oral

Tanggal Nama Obat Frekuensi Waktu Pemakaian
18 Februari 2008  IVFD D5% + Novalgin 1 gr
 Combicef 1 gr
 Tricker 40 mg 24 tpm

2 x 1 gr
2 x 1 amp

08.00 – 16.00
08.00 – 16.00
19 Februari
2008  Cefotaxime 1 gr
 Ketorolac 30 mg 2 x 1 gr
2 x 1 mg 08.00 – 16.00
08.00 – 16.00
20 Februari
2008  Cefotaxime 1 gr
 Ketorolac 30 mg 2 x 1 gr
2 x 1 mg 08.00 – 16.00
08.00 – 16.00
21 Februari
2008  Cefotaxime 1 gr
 Ketorolac 30 mg 2 x 1 gr
2 x 1 mg 08.00 – 16.00
08.00 – 16.00
















6. Analisa Data

No Data Senjang Etiologi Masalah
1 Ds.
- Klien mengeluh nyeri pada area post operasi

Do.
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x / menit
S : 363 oC
R : 20 x menit
- Klien tampak meringis
- Terdapat luka post op
- Skala nyeri : 5 Peradangan pada Apendik


Dilakukan insisi pembedahan


Terputusnya kontinuitas jaringan


Pengeluaran mediator kimia ( bradikin, histamine, serotinin, prostaglandin )


Sistem saraf pusat


Thalamus


Cortek Cerebri


Nyeri ( dipersepsikan ) Gangguan rasa nyaman : Nyeri
2 Ds.
- Klien mengeluh nyeri pada area post operasi

Do.
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x / menit
S : 363 oC
R : 20 x menit
- Luka memerah
- Terdapat luka post op
- Leukosit : 11.400/ul Dilakukan insisi pembedahan


Adanya luka post operasi


Jalan masuknya mikroorganisme


Resiko tinggi infeksi Resiko Tinggi Infeksi
3 Ds.
- Klien selalu bertanya tentang kondisi penyakitnya

Ds.
- Klien tampak bingung
- Klien tampak gelisah
- Klien tidak mengetahui tentang kondisi penyakitnya
Dilakukan insisi pembedahan Apendiktomy


Perubahan pada tubuh


Kurang informasi tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


Defisit pengetahuan Defisit pengetahuan






















7. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal
ditemukan Tanggal terselesaikan
1 Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
19 februari 2009
2 Resiko Tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka
19 februari 2009
3 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
19 februari 2009


















8. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
1 Nyeri Berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan di tandai dengan :
Ds.
- Klien mengeluh nyeri pada area post operasi

Do.
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x / menit
S : 363 oC
R : 20 x menit
- Klien tampak meringis
- Terdapat luka post op
- Skala nyeri : 5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Nyeri berkurang sampai hilang dengan Kriteria :

- Klien tidak mengeluh nyeri
- Klien tampak tenang
- Luka Post operasi kering
- TTV dalam batas normal
• TD : 110/80 – 120/90 mmHg
• N : 80 – 100 x / menit
• S : 365 – 375 oC
• R : 16 – 24 x / menit
- Skala Nyeri 0 1. Observasi Tanda-tanda Vital


2. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri




3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif

4. Anjurkan untuk tidak mengedan


5. Ajarkan latihan tehnik relaksasi dan distraksi




6. Kolaborasi
- Berikan obat analgetik sesuai intruksi

1. Mengidentifikasi keadaan umum klien

2. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya

3. Menurunkan stress dan rangsangan yang berlebihan

4. Mencegah kemungkinan spasme

5. Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

6.
- Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti)


2 Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan Adanya Luka pembedahan di tandai dengan

Ds.
- Klien mengeluh nyeri pada area post operasi

Do.
- TTV
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x / menit
S : 363 oC
R : 20 x menit
- Luka memerah
- Leukosit : 11.400/ul




Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Resiko tinggi infeksi tidak terjadi dengan Kriteria :

- Klien tidak mengeluh nyeri
- Luka Post operasi kering
- TTV dalam batas normal
• TD : 110/80 – 120/90 mmHg
• N : 80 – 100 x / menit
• S : 365 – 375 oC
• R : 16 – 24 x / menit
- Skala Nyeri 0
- Leukosit dalam batas normal : 5000 – 10000 /ul 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

2. Pantau dan catat suhu tubuh


3. Kaji tanda-tanda infeksi



4. lakukan perawatan luka dengan tehnik septic dan antiseptic


5. Kolaborasi
- Berikan obat antibiotic ( Cefotaxime )

1. Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

2. Peningkatan Suhu tubuh menandakan terjadinya infeksi

3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya infeksi yang terjadi

4. Balutan basah merupakan jalan masuk dan wadah berkembangnya dengan cepat suatu mikroorganisme

5. Membantu mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan membunuhnya.















3 Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan ditandai dengan

Ds.
- Klien selalu bertanya tentang kondisi penyakitnya

Ds.
- Klien tampak bingung
- Klien tampak gelisah
- Klien tidak mengetahui tentang kondisi penyakitnya


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam. Defisit pengetahuan teratasi dengan Kriteria :

- Klien mengerti tentang kondisi penyakitnya dan kebutuhan pengobatan
- Klien tampak rilaks 1. Bina Hubungan saling Percaya




2. Kaji factor pencetus yang memperburuk kondisi

3. Berikan dan tingkatkan pengetahuan klien 1. Sebagai salam perkenalan untuk menciptakan hubungan terapeutik antara klien dan perawat

2. mengidentifikasi factor yang memperberat keadaan

3. dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan klien sehingga dapat menentukan pilhan tindakan

lanjutan faktor-faktor....................

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian tentang faktor-faktor yang behubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 pada 32 responden, maka pada bab ini peneliti akan menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dan juga beberapa saran bagi semua pihak yang terkait berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan dan saran diuraikan sebagai berikut :

6.1 Kesimpulan
6.1.1 Hasil analisis univariat menunjukan sebagian besar usia ibu yang menyekolahkan anaknya usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 yaitu berusia > 20 tahun sebesar 68.7% dan sebagian kecil yaitu berusia ≤ 20 tahun sebesar 31.3%.
6.1.2 Hasil analisis univariat menunjukan sebagian besar tingkat pendidikan ibu yang menyekolahkan anaknya usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 yaitu berpendidikan rendah (tamatan SMP kebawah) sebesar 56.3% dan sebagian kecil yaitu berpendidikan tinggi (SMA keatas) sebesar 43.7%.
6.1.3 Hasil analisis univariat menunjukan bahwa status pekerjaan ibu yang menyekolahkan anaknya usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 sama rata yaitu sebesar 50.0% untuk ibu yang bekerja dan sebesar 50.0% untuk ibu yang tidak bekerja.
6.1.4 Hasil penelitian menunjukan sebagian besar dari 32 ibu yang menyekolahkan anaknya usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 yaitu berpengetahuan baik tentang bermain anak usia prasekolah sebesar 53.1% dan ibu yang berpengetahuan kurang sebesar 46.9%.
6.1.5 Hasil penelitian analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square terhadap variabel-variabel yang diteliti, diperoleh data bahwa Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Hal ini menunjukan bahwa usia ibu sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah.
6.1.6 Hasil penelitian analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square terhadap variabel-variabel yang diteliti, diperoleh data bahwa Secara statistik ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anka usia prasekolah. Hal ini menunjukan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka makin banyak menerima informasi tentang bermain anak usia prasekolah, sehingga pada akhirnya tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah adalah baik.
6.1.7 Hasil penelitian analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square terhadap variabel-variabel yang diteliti, diperoleh data bahwa Secara statistik ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Hal ini menunjukan bahwa status pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya
Sebaiknya melakukan upaya peningkatan pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah yang dapat dilakukan dengan cara :
• Mengadakan pertemuan atau pelatihan kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia prasekolah yang diadakan di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang yang membahas tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah.dan memperlihatkan contoh alat permainan edukatif agar materi yang disampaikan mudah dipahami oleh ibu-ibu.
• Membuat arena atau suasana lingkungan bermain yang nyaman, dan menambah koleksi alat permainan yang dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
• Memberikan buku-buku panduan atau selembaran kertas atau leaflet kepada ibu-ibu yang berisi tentang cara mendidik anak usia prasekolah dalam kegiatan bermain yang bersifat edukatif agar mencapai tumbuh kembang yang optimal dan contoh alat permainan yang dianjurkan untuk anak usia prasekolah.

6.2.2 Bagi Institut Pendidikan di STIKes Faletehan
Disarankan agar STIKes Faletehan sebagai salah satu institusi kesehatan mampu membantu dalam upaya penyediaan informasi serta pelatihan mengenai pembelajaran tentang bermain anak usia prasekolah yang melibatkan mahasiswa/i. Dalam upaya tersebut sebagai bagian dari proses belajar mahasiswa/i.

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar dapat melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan masalah pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah.

lanjutan faktor-faktor....................

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 05 Juni sampai 09 Juni 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
Jumlah responden yang diteliti sebanyak 32 orang, yaitu ibu yang menyekolahkan anaknya di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan terhadap 32 orang ibu yang menyekolahkan anaknya di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang, dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Indikator penilaian untuk tingkat pengetahuan ibu menggunakan kuesioner. Kuesioner berisi tentang pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah dan dihitung menggunakan total skor dalam bentuk persen.
Hasil penelitian ini akan digambarkan terlebih dahulu hasil uji instrumen, kemudian dilanjutkan dengan analisa univariat dan analisa bivariat yang disajikan sebagai berikut :


5.1.1 Uji Instrumen
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji instrumen terhadap kuisioner yang telah disusun oleh peneliti. Uji instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan siap untuk mengukur yang hendak diukur dan instrumen tersebut bila digunakan berkali-kali akan menghasilkan data atau hasil yang sama (Sugiyono, 2006). Uji yang dilakukan meliputi uji validitas dan realibilitas.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada tanggal 22-23 Mei 2008 di Kelompok Bermain (KOBER) An-Nur Pandeglang dengan mengikutsertakan 16 responden, karena menurut Notoatmodjo (2005), bahwa responden yang digunakan untuk uji coba sebaiknya harus memiliki ciri-ciri responden dari tempat dimana penelitian itu dilaksanakan. Uji validitas instrumen menggunakan sistem pengolahan data menggunakan teknik product moment. Hasil analisis untuk instrumen penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008, ternyata pertanyaan 1, 2, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,20,21,22 diperoleh nilai r hasil lebih besar dari r tabel (0,497). Sehingga dapat disimpulkan bahwa 18 item pertanyaan dinyatakan valid, sedangkan pertanyaan 3, 4, 8 dan 9 diperoleh nilai r hasil lebih kecil dari r tabel. Dan berarti 4 pertanyaan tersebut disimpulkan tidak valid, karena menurut Hastono (2001), instrumen dikatakan valid jika r hitung > r tabel dan instrumen dikatakan tidak valid jika r hitung < r tabel. Kemudian 4 item pertanyaan yang tidak valid tidak digunakan atau dihilangkan. Hal tersebut sesuai dengan Notoatmodjo (2005), bahwa pertanyaan yang tidak bermakna harus diganti atau dihilangkan.
Hasil uji reliabilitas instrumen, didapatkan nilai r alpha sebesar 0.9152 pada instrumen pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan nilai alpha hasil. Dari perbandingan nilai tersebut didapatkan nilai r alpha instrumen tersebut lebih besar dari nilai alpha hasil yang diambil dari alpha if item deleted, maka disimpulkan instrumen tersebut adalah reliabel. Kemudian pertanyaan-pertanyaan pada masing-masing instrumen tersebut sudah valid dan reliabel oleh peneliti digunakan untuk penelitian.
5.1.2 Analisa Univariat
Analisa Univariat ini disajikan dalam bentuk Distribusi frekuensi atau jumlah proporsi dan presentasi dan masing-masing kategori setiap variabel yang menjadi perhatian dalam penelitian ini. Hasil penelitian pada analisa univariat di sajikan sebagai berikut:
5.1.2.1 Gambaran Usia Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Usia Ibu Di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya
Desa Panimbang Tahun 2008

No Usia Frekuensi Presentase
1
2 ≤ 20 tahun
> 20 tahun 10
22 31.3%
68.7%
Jumlah 32 100%
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil dari distribusi frekuensi usia ibu dapat dilihat bahwa, ibu yang berusia lebih dari 20 tahun sebanyak 22 orang (68.7%), sedangkan ibu yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 10 orang (31.3%).
5.1.2.2 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu Di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase
1
2 Rendah (Tamat SMP Kebawah)
Tinggi (Tamat SMA Keatas) 18
14 56.3%
43.7%
Jumlah 32 100%
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.2 hasil distribusi frekuensi dari tingkat pendidikan ibu diperoleh bahwa ibu yang berpendidikan tinggi atau Tamat SMA ke atas diperoleh sebanyak 14 orang (43.7%). Sedangkan ibu yang berpendidikan Rendah atau Tamat SMP ke bawah sebanyak 18 orang (56.3 %).
5.1.2.3 Gambaran Pekerjaan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya
Desa Panimbang Tahun 2008

No Pekerjaan Frekuensi Presentase
1
2 Tidak Bekerja
Bekerja 16
16 50.0%
50.0%
Jumlah 32 100%
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang
Berdasarkan tabel 5.3 hasil disrtibusi frekuensi Status Pekerjaan ibu diperoleh data bahwa ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja sama rata yaitu sebesar 50.0% untuk ibu yang bekerja dan sebesar 50.0% untuk ibu yang tidak bekerja.
5.1.2.4 Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya
Desa Panimbang Tahun 2008

No Pengetahuan Ibu Frekuensi Presentase
1
2 Kurang
Baik 15
17 46.9
53.1
Jumlah 32 100%
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.4 hasil distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di peroleh data bahwa ibu yang berpengetahuan baik sebanyak 17 orang (53.1%). Sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang diperoleh sebanyak 15 orang (46.9%).
5.1.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas, yang terdiri dari usia ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dengan variabel terikat yaitu tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi Square. Analisa bivariat pada penelitian ini disajikan sebagai berikut :

5.1.3.1. Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang BermainAnak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Dari hasil analisis bivariat antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.5 sebagai berikut :
Tabel 5.5
Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang
Tahun 2008

Usia Tingkat Pengetahuan Jumlah Nilai
p
Kurang Baik
≤ 20 tahun 8
( 80.0 % ) 2
( 20.0 % ) 10
( 100.0 % ) 0.021
> 20 tahun 7
( 31.8 % ) 15
( 68.2 % ) 22
( 100.0 % )
Jumlah 15
( 46.9 % ) 17
( 53.1 % ) 32
( 100 % )
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.5 hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Menunjukan bahwa ibu yang berusia ≤ 20 tahun pada hampir seluruh responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (80.0%), sedangkan ibu yang berusia > 20 tahun pada sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (68.2%). Hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% didapat nilai p = 0,021 (p < 0.05) yang berarti Ho ditolak. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.
5.1.3.2. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Dari hasil analisis bivariat antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008. diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.6 sebagai berikut :
Tabel 5.6
Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008

Tingkat Pendidikan Tingkat Pengetahuan Jumlah Nilai
p
Kurang Baik
Rendah (Tamat SMP kebawah) 13
( 72.2 % ) 5
( 27.8 % ) 18
(100.0%) 0.004
Tinggi (Tamat SMA keatas) 2
( 14.3 % ) 12
( 85.7 % ) 14
(100.0%)
Jumlah 15
( 46.9 % ) 17
( 53.1 % ) 32
(100.0 %)
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.6 hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Menunjukan bahwa ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah) sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (72.2%), sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) pada sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (85.7%). Hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% didapat nilai p = 0,004 (p < 0.05) yang berarti Ho ditolak. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.
5.1.3.3. Hubungan Antara Status Pekerjaan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Dari hasil analisis bivariat antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008. diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.7 sebagai berikut :
Tabel 5.7
Hubungan Antara Status Pekerjaan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang Tahun 2008

Status Pekerjaan Tingkat Pengetahuan Jumlah Nilai
p
Kurang Baik
Tidak Bekerja 12
(75.0%) 4
(25.0%) 16
(50.0%) 0.005
Bekerja 3
(18.8%) 13
(81.2%) 16
(50.0%)
Jumlah 15
(46.9%) 17
(53.1%) 75
(100.0 %)
Sumber : Penelitian tanggal 05-09 Juni 2008. di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya
Desa Panimbang

Berdasarkan tabel 5.7 hubungan antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Menunjukan bahwa ibu yang tidak bekerja memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (75.0%), sedangkan ibu yang bekerja memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar (81.2%).
Hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% didapat nilai p = 0,005 (p < 0.05) yang berarti Ho ditolak. Sehingga secara statistik terdapat hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.

5.2 Pembahasan
Setelah peneliti mendapatkan data dari hasil penelitian serta melalui analisis univariat dan bivariat maka peneliti akan menjabarkan pembahasan yang mengacu pada tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008, maka pembahasanya diuraikan sebagai berikut :
5.2.1 Gambaran Usia Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden berusia > 20 tahun yaitu sebanyak 68.7%, dan sebagian kecil berusia ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 31.3%. Hal tersebut menunjukan bahwa rata-rata ibu berusia > 20 tahun. Menurut soelaiman (1993), usia mempunyai pengaruh yang besar dalam memahami sesuatu dan dalam mengambil keputusan. Dimana semakin cukup usia seseorang maka pemikirannya semakin matang. Oleh karena itu usia dapat diasumsikan mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.
5.2.2 Gambaran Pendidikan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang berpendidikan rendah (tamatan SMP kebawah) yaitu sebanyak 56.3% sedangkan yang berpendidikan tinggi (SMA keatas) sebanyak 43.7%. Pada penelitian ini diperoleh ibu yang berpendidikan rendah lebih besar dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi. Pengetahuan dapat diperoleh diantaranya melalui pendidikan yang bersifat Formal akan tetapi dapat pula bersifat non formal, pendidikan yang sifatnya formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah taman kanak-kanak hingga pendidikan di lembaga pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang pada umumnya bersifat ”Structured”.(Siagian, 1991). Dengan tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga akan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik (anak didik) guna mencapai perubahan perilaku. Pendidikan ibu yang tinggi akan mempengaruhi pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah, karena ibu menerima informasi yang banyak tentang bermain anak usia prasekolah. Di pihak lain, pendidikan yang sifatnya non formal dapat terjadi dimana saja karena sifatnya yang ”unstructured”. Namun pengalihan pengetahuan dan ketrampilan dapat terjadi.
Pendidikan non formal dapat diperoleh melalui pengalaman, pelatihan maupun informasi dari media massa (cetak atau elektronik). Hal ini memungkinkan ibu yang berpendidikan rendah akan memiliki pengetahuan yang baik jika ibu banyak mendapatkan pengalaman, pelatihan dan informasi baik dari media massa maupun dari media cetak, sebagaimana yang dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan dapat pula diperoleh melalui pendidikan non formal, pengalaman, media massa dan elektronik.
5.2.3 Gambaran Status Pekerjaan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Berdasarkan hasil penelitian, ibu yang tidak bekerja dan ibu yang bekerja sama rata yaitu sebanyak 50.0% bagi ibu yang tidak bekerja, dan 50.0% bagi ibu yang tidak bekerja. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991 dalam Nursalam, 2001).
Seseorang yang bekerja akan banyak berinteraksi dengan lingkungan ditempat ia bekerja, yang salah satunya akan menghasilkan arus perkembangan informasi di dalamnya. Dengan banyaknya seseorang berinteraksi dimana ia bekerja maka akan banyak menerima pengetahuan atau pengalaman dari satu sama lain, khususnya pengetahuan tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah. Lain halnya dengan ibu yang tidak bekerja cenderung terbatas dalam arus komunikasi dan interaksi dengan lingkungannya, sehingga transfer informasi akan kurang jika dibandingkan dengan bekerja.
5.2.4 Gambaran Pengetahuan Ibu di Kelompok Bermain/TK Tunas Winaya Desa Panimbang tahun 2008
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003), sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki seseorang melalui pendidikan atau pengalaman.
Hasil penelitian menunjukan lebih dari setengah dari seluruh responden memiliki pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebanyak 53.1%, sedangkan responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang bermain sebanyak 46.9%.
Hasil tersebut menunjukan bahwa rata-rata ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang bemain anak usia prasekolah. Menurut Notoatmodjo (2003), kondisi tahu akan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan melalui panca indera terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, jika demikian keadaannya, maka tingginya tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah sebagian besar dari mereka yang pernah mendapatkan informasi mengenai bermain anak usia prasekolah melalui berbagai sumber baik media maupun orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Bloom (1974) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan suatu bukti bahwa seseorang pernah mendapatkan informasi sebelumnya. Sedangkan bagi ibu yang memiliki pengetahuan kurang tentang bermain anak usia prasekolah disebabkan pendidikan ibu yang rendah serta informasi yang diperoleh ibu tentang bermain masih terbatas. Informasi merupakan sumber utama pengetahuan, maka ibu yang kurang mendapatkan informasi tentang bermain anak usia prasekolah akan memiliki pengetahuan yang kurang mengenai bermain anak usia prasekolah.
5.2.5 Hubungan Antara Usia Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Usia adalah lama waktu hidup semenjak diadakan atau dilahirkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth, 1995). Usia merupakan salah satu Variable dari model demografi yang di gunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator psikologi yang berbeda (Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian menunjukan ibu yang berusia > 20 tahun dari seluruh responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 68.2%, dan ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 31.8%. sedangkan ibu yang berusia ≤ 20 tahun yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 80.0%, dan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 20.0%. Hasil tersebut menunjukan terdapat perbedaan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 antara ibu yang berusia ≤ 20 tahun dengan ibu yang berusia > 20 tahun.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% dan alpha 0.05, didapatkan p = 0,021 berarti p ≤ α (0,05), yang berarti Ho ditolak. sehingga hal ini membuktikan ada hubungan yang bermakna antar usia ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah. Hubungan antara kedua variabel tersebut sangat memungkinkan, karena menurut pendapat soelaiman (1993), bahwa usia diatas 20 tahun dianggap optimal dalam memahami suatu objek sehingga dapat mengambil keputusan dibandingkan dengan usia di bawah 20 tahun. Karena usia di bawah 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam memahami dan mengambil keputusan. Dan dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada seseorang yang belum tinggi kedewasaannya hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998 dalam Nursalam, 2001). Hal ini juga sependapat dengan penuturan Siagian (1993) dan Muchlas (1999) dalam Milawati (2006) yang menjelaskan bahwa semakin tinggi usia seseorang, semakin cenderung menunjukan kematangan, lebih mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, berpikir lebih rasional, mampu mengendalikan emosi dan lebih toleran terhadap pandangan orang lain serta produktivitas mengalami pengingkatan karena pengalaman.
Selain itu juga, pada saat seseorang berusia ≤ 20 tahun disamping faktor kedewasaanya yang masih bimbang dalam memahami dan mengambil keputusan, pada usia ini cenderung aktivitasnya diisi dengan banyak bermain, atau sebaliknya tinggal di rumah dan mengasingkan diri dari pergaulan, serta sibuk mencari identitas diri. Namun dalam penelitian ini masih ada dari sebagian kecil responden yang berusia ≤ 20 tahun akan tetapi berpengetahuan baik, hal ini di disebabkan karena informasi dan pengalaman yang di miliki oleh ibu tersebut lebih banyak dibandingkan yang lain, karena pengalaman turut membentuk perilaku seseorang serta menumbuhkan kehausan dalam ilmu pengetahuan yang akan menjadikan modal yang sangat berharga dalam kehidupan dikemudian hari (Siagian, 1991). Hal ini tidak menutup kemungkinan bagi ibu yang berusia ≤ 20 tahun namun memiliki pengalaman tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah akan memiliki pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah.
5.2.6 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992 dalam Nursalam, 2001). Dan menurut Soetjiningsih (1995), Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam tumbuh kembang anak. Pendidikan sebagai pimpinan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan ibu yang berpendidikan rendah (tamatan SMP kebawah) sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 72.2%, dan ibu yang berpendidikan rendah yang memiliki pengetahuan yang baik yaitu sebesar 27.8%. Sedangkan ibu yang berpendidikan tinggi (SMA keatas) sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 85.7%, dan ibu yang berpendidikan tinggi yang berpengatahuan kurang sebesar 14.3%. Hasil tersebut memperlihatkan adanya perbedaan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008 antara ibu yang berpendidikan rendah dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% dan alpha 0.05, didapatkan p = 0,004 berarti p ≤ α (0,05), yang berarti Ho ditolak. sehingga hal ini membuktikan ada hubungan yang bermakna antar tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah. Hubungan antara kedua variabel tersebut memungkinkan karena makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah untuk menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya, sedangkan pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan (Kuncoroningrat,1997 dalam Nursalam, 2001)
Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan merupakan gudangnya ilmu, dengan kata lain pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperoleh melalui pendidikan atau pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Jadi pendidikan dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah meliputi arti bermain, fungsi bermain, macam aktivitas bermain, kategori bermain serta alat-alat permainan yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah. Ibu yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi ( SMA keatas). Akan tetapi masih ada sebagian kecil dari ibu yaitu sebesar 14.3% yang berpendidikan tinggi namun tingkat pengetahuannya kurang, hal ini disebabkan karena bidang pendidikan yang digeluti oleh ibu tersebut kurang membahas atau bahkan tidak berhubungan sama sekali dengan topik bermain pada anak usia prasekolah. Sehingga informasi yang diperoleh oleh ibu tentang bermain anak usia prasekolah pun masih kurang. Dan masih ada pula sebagian kecil dari ibu yang berpendidikan rendah namun tingkat pengetahuannya baik yaitu sebesar 27.8%, hal ini disebabkan pula karena ibu tersebut banyak menerima pengetahuan dari pendidikan non formal, pengalaman, media massa (cetak maupun elektronik), sehingga dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah.
5.2.7 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Bermain Anak Usia Prasekolah Di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya Desa Panimbang Tahun 2008
Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan, diperbuat/dikerjakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Bekerja umumnya merupakan kegiatan keluarga (Markum dalam Nursalam, 2001). Seseorang yang bekerja akan berinteraksi dengan lingkungan ditempatnya ia bekerja, yang salah satunya akan menghasilkan arus perkembangan informasi di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu yang tidak bekerja yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 75.0%, dan ibu yang tidak bekerja yang berpengetahuan baik yaitu sebesar 25.0%. Sedangkan ibu yang bekerja sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang bermain anak usia prasekolah yaitu sebesar 81.2%, dan ibu yang bekerja yang berpengetahuan kurang yaitu sebesar 18.8%. Hasil tersebut memperlihatkan adanya perbedaan antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95% dan alpha 0.05 didapatkan p = 0,005 berarti p ≤ α (0,05) yang berarti Ho ditolak, sehingga secara statistik ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Hubungan kedua variabel tersebut sangat memungkinkan karena bagi ibu yang bekerja akan banyak mendapatkan informasi dari luar dengan cara berinteraksi dengan orang lain maupun melalui media massa (cetak maupun elektronik), sehingga informasi tersebut sangat bermanfaat serta dapat menambah pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Bekerja pada ibu juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan keluarga.
Ibu yang bekerja akan menerima informasi lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Pada hasil penelitian, ternyata masih ada ibu yang bekerja yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang tentang bermain anak usia prasekolah yaitu pada sebagian kecil responden yaitu sebesar 18.8%. hal ini terjadi karena faktor pekerjaan yang terlalu padat dan terlalu sibuk memikirkan bagaimana mencari nafkah sebagaimana yang diungkapkan oleh Erick (1996) dalam Nursalam (2001) bahwa pekerjaan adalah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Terlalu sibuknya ibu dalam bekerja sehingga kurang memikirkan tentang pentingnya peran ibu dalam rumah tangga, sehingga informasi yang didapat tentang bermain anak usia prasekolah berkurang dan pada akhirnya tingkat pengetahuan ibu kurang tentang bermain anak usia prasekolah. Namun masih ada pula dari sebagian kecil ibu yang tidak bekerja akan tetapi berpengetahuan baik yaitu sebesar 25.0%, hal ini disebabkan karena banyaknya waktu luang yang dimiliki kemudian digunakan untuk mencari-cari informasi yang dapat menambah pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah.

5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tidak terlepas dari segi kelemahan maupun kelebihan, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangannya, untuk itu selama proses penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, antara lain :
5.3.1 Pada hakikatnya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah. Namun pada penelitian ini penulis membatasi pada tiga faktor yaitu usia, tingkat pendidikan dan status pekerjaan.
5.3.2 Hari pembagian pengisian angket kuesioner yang kurang tepat waktu pelaksanaanya, sehingga ada beberapa ibu yang datang terlambat dan tidak dapat mengantarkan anaknya ke Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang.
5.3.3 Untuk ibu yang tidak mengantarkan anaknya ke Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya, maka peneliti mendatangi dari rumah ke rumah untuk memberikan angket/kuisioner tersebut.

lanjutan faktor-faktor....................

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat Kuantitatif (Arikunto, 2006), dengan pendekatan yang digunakan yaitu Cross Sectional. Cross Sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data, sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2005).
Pada analisa dan penyajian data hasil menggunakan Deskriftif Analitik. Penelitian deskriptif memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu. Penggambaran faktor-faktor yang dimaksud adalah usia, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan. Sedangkan penelitian analitik menyangkut pengujian hipotesis. Hubungan antara variabel faktor-faktor dengan tingkat pengetahuan. Pada jenis penelitian ini, dalam deskripsinya juga mengandung uraian-uraian, tetapi fokusnya terletak pada analisis hubungan antara variabel. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara variable bebas (Independent) dengan variable terikat (Dependent) dengan cara pengumpilan data kuisoner, dan hasilnya akan dianalisa dengan menggunakan uji Chi Square.



4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang Pandeglang tahun 2008. Peneliti memilih tempat ini karena di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya, memiliki ibu yang bervariasi dari Usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2008 sampai dengan 09 Juni 2008.

4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas / variabel independen (Nursalam, 2003). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu.
4.3.2 Variabel Independen (Variabel bebas)
Variabel Indpenden adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel dependen (Srikandi, 1997 dalam Nursalam, 2001). Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, tingkat pendidikan dan status pekerjaan.

4.4 Populasi dan Sampel
4.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang menyekolahkan anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang sebanyak 32 ibu.
4.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagai atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Karena populasi yang sangat sedikit maka kami menggunakan metode Total Sampling, yaitu pengambilan sampel diambil dari seluruh populasi yang ada (Sugiyono, 2006) yaitu sebanyak 32 orang Ibu yang mempunyai anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang Pandglang tahun 2008.

4.5 Tekhnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen atau angket berupa kuesioner pengetahuan Ibu tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah. Bentuk kuesioner yaitu suatu daftar pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi dari responden tentang hal–hal yang ingin diketahui (Arikunto, 2006). Tekhnik ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada sejumlah responden untuk mendapatkan informasi jawaban ( Notoatmodjo, 2001). Daftar pertanyaan tersebut dibagikan kepada seluruh ibu yang meyekolahkan anaknya di Kelompok Bermain/TK. Tunas Winaya desa Panimbang.
Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup (Arikunto, 2006). Alasannya adalah agar mempermudah responden menjawab semua pertanyaan dimana pertanyaan yang diajukan disusun berdasarkan tingkat pengetahuan yang harus dimiliki ibu berkaitan dengan bermain. Setiap pilihan jawaban diberi skor (nilai) 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah, ganda atau tidak di isi.

4.6 Kisi-kisi Instrumen
Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner, berisi pertanyaan mengenai pengetahuan ibu mengenai kegiatan bermain bagi anak usia pasekolah. Bentuk pertanyaan yang telah disediakan jawabannya, dengan maksud untuk mendapatkan jawaban yang lebih mengarah, dengan jumlah pertanyaan 18 item.
Tabel 4.1 Kisi–kisi Instrumen Pengetahuan Ibu Tentang Kegiatan Bermain anak Usia Prasekolah
No Aspek Indikator Jumlah soal Nomor soal
1  Pengetahuan  Arti Bermain
 Fungsi bermain
 Aktivitas bermain
 Kategori bermain
 Alat permainan Edukatif 1 soal
1 soal
5 soal
4 soal
7 soal 1
2
3,4,5,6,8,
9,10,11,15,
7,12,13,14,16
17,18
Jumlah 18 soal


4.7 Tehnik Pengelolaan Data
Setelah data yang diharapkan terkumpul dilakukan pengelolaan data dengan tahapan sebagai berikut :
4.7.1 Editing Data
Dalam proses editing dilakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner, apakah jawaban yang ada dikuesioner sudah lengkap, jelas dan relevan dan konsisten.
4.7.2 Koding Data
Dalam proses ini dilakukan pemberian kode pada jawaban pertanyaan dalam kuesioner. Kegunaan koding adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data.
4.7.3 Processing Data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan benar, dan juga sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan cara memasukkan data kuesioner ke paket program komputer (Hastono, 2001).
4.7.4 Cleaning Data
Cleaning ( Pembersihan Data ) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan atau tidak.



4.8 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.8.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. (Arikunto, 2006). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik korelasi “Product Moment”.

Keterangan :
N : Jumlah sampel
X : Skor pertanyaan yang diuji
Y : Skor total
XY : Skor pertanyaan yang diuji dikali skor total
Keputusan uji :
Variabel valid :bila r hasil lebih besar dari r tabel
Variabel tidak valid : bila r hasil lebih kecil dari r tabel
4.8.2 Reliabilitas
Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen tersebut sudah baik. (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas yang digunakan penelitian ini adalah dengan menggunakan one shot atau sekali ukur. Penghitungan dilakukan dengan sistem komputer. Suatu instrumen dikatakan direliable bila r alpha lebih besar dari r table.

4.9 Tehnik Analisis Data
Analisa data dibagi menjadi tiga macam yaitu : analisa univarat, analisa bivarat, dan analisa multivariat (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini hanya dilakukan dua analisa yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
4.9.1 Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat hanya menggunakan hasil distribusi dan presentase dari tiap variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat disajikan dalam bentuk tabulasi. Variabel dalam penelitian ini meliputi usia, pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengetahuan kepala keluarga tentang bermain pada anak usia prasekolah.
4.9.1.1 Distribusi dan Presentase dari setiap variabel
a) Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Pengetahuan
Untuk menganalisa data variabel yang meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan, terlebih dahulu dilakukan pengklasifikasikan data yang diperoleh sesuai dengan kategori masing-masing variabel. Data yang sudah dikelompokan atau dikategorikan tersebut kemudian dilakukan penjumlahan, dilanjutkan dengan menghitung distribusi dan presentase sesuai dengan variabel dengan menggunakan rumus.

Keterangan :
P : Prosentase
X : Banyaknya Responden
N : Jumlah Responden

b) Variabel Pengetahuan
Analisa univariat yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Arikunto, 2006). Pengukuran variabel pengetahuan dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :
P : Aspek pengetahuan
ΣN : Jawaban responden
SK : Skor maksimum

Hasil perhitungan persentase untuk masing-maisng responden dimasukan kedalam kriteria objektif sebagai berikut :
Baik bila skor 76-100 %
Cukup bila skor 56-75 %
Kurang bila skor ≤ 55 %
( Nursalam, 2003 )
Akan tetapi untuk menghindari keterbatasan dalam uji chi Square pada analisa bivariat maka variabel tingkat pengetahuan yang memiliki hasil ukur kurang, cukup dan baik di kategorikan menjadi dua kategori, yaitu baik dan kurang, sedangkan untuk tingkat pengetahuan cukup dimasukan kedalam kategori baik.
Selanjutnya data tabulasi dideskripsikan dengan menggunakan skala yang diadopsi dari (Arikunto, 2006).
1 % - 19 % = Sangat sedikit responden
20 % - 39% = Sangat kecil responden
40 % - 59 % = Sebagian besar responden
60 % - 79 % = Sebagian besar responden
80 % - 99 % = Hampir seluruh responden
100 % = Seluruh responden



4.9.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005), dengan tujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variabel tersebut digunakan uji statistik chi squere dengan batas kemaknaan α = 0,05, Apabila p < α maka Ho ditolak yang berarti secara statistik terdapat hubungan bermakna. dan apabila p > α maka Ho gagal ditolak yang berarti secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna. (Hastono, 2001).
Rumus Chi Squere (X2) yang digunakan adalah :

Keterangan :
X2 : Nilai Chi Squere
O : Frekuensi Observasi
E : Frekuensi harapan

lanjutan faktor-faktor....................

BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka Konsep merupakan abstraksi yang tebentuk oleh generalisasi dari hal-hal khusus. Oleh karenanya konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak langsung di amati atau di ukur, konsep hanya dapat di analisis atau di ukur melalui konstruksi atau yang lebih di kenal dengan nama Variabel. Jadi, variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep dan variabel yang merupakan suatu yang bervariasi. Atau definisi lain, Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu. ( Notoatmodjo, 2005 )
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka dan uraian latar belakang, dikemukakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu adalah Usia, Pendidikan, Pekerjaan. Dari uraian di atas hubungan variabel-variabel tersebut dapat di visualisasikan dalam skema kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep :Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.

3.2 Definisi Konseptual
3.2.1 Variabel Bebas (Independen Variabel)
3.2.1.1. Usia adalah lama waktu hidup yang ada (sejak dilahirkan atau di adakan). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005)
3.2.1.2. Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh sesorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992 dalam nursalam, 2001)
3.2.1.3. Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan, diperbuat atau di lakukan. (Kamus besar bahasa Indonesia, 2005)
3.2.2 Variabel Terikat (Dependen Variabel)
3.2.2.1. Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimilki seseorang melalui pendidikan atau pengalaman (Kamus Besar Bahasa Indonesai, 2005), dan pengtahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. (Notoatmodjo,2003).

3.3 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Independen Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur / Kriteria Skala Ukur
1. Usia Umur responden pada saat dilakukan penelitian. Dan dihitung dari ulang tahun terakhir. Kuesioner 1. < 20 tahun
2. > 20 tahun Ordinal
2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah di lakukan Kuesioner 1. Rendah ( SMP ke bawah )
2. Tinggi ( SMA ke atas ) Ordinal
3. Pekerjaan Jenis aktivitas atau kegiatan responden yang dilakukan secara rutinitas setiap hari. Kuesioner 1. Tidak bekerja
2. Bekerja Ordinal

No Variabel Dependen Definisi Operasional Alat
Ukur Hasil Ukur/ Kriteria Skala ukur
4. Pengetahuan Pemahaman/pengetahuan ibu tentang bermain pada usia prasekolah meliputi unsur :
1. Arti Bermain
2. Fungsi bermain
3. Macam Aktivitas bermain
4. kategori bermain
5. Alat Permainan Edukatif Kuesioner 1. Kurang ( Skor ≤ 55% )
2. Cukup ( Skor 56-75% )
3. Baik ( Skor 76-100% ) Ordinal

3.4 Hipotesis
3.4.1 Hipotesis Nol (Ho1) tidak ada hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
3.4.2 Hipotesis Nol (Ho2) tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
3.4.3 Hipotesis Nol (Ho3) tidak ada hubungan antara status pekejaan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain bagi anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
3.4.4 Hipotesis Alternatif (Ha1) ada hubungan antara usia ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
3.4.5 Hipotesis Alternatif (Ha2) ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain anak usia prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
3.4.6 Hipotesis Alternatif (Ha3) ada hubungan antara status pekejaan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang bermain bagi anak usia Prasekolah di Kelompok Bermain/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.

lanjutan faktor-faktor....................

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005). Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang diimiliki seseorang melalui pendidikan atau pengalaman. Pengetahuan adalah kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman realita dunia atau kemampuan untuk mengulang kembali informasi (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : Awarness (Kesadaran). Yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial, orang mulai mencoba perilaku baru. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (Long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasarai oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan dalam domain kognitif
Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu : Tahu (Know), Memahami (Comprehention), Aplikasi (Application), Analisis ( Analysis), Sintesis (Syntesis), Evaluasi (Evaluation).
Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Reccal) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Memahami (Comprehention). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain.
Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.



2.2 Ibu
2.2.1 Definisi Ibu
Ibu adalah sebutan bagi wanita yang telah melahirkan anak, atau sebutan bagi wanita yang telah bersuami. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dari hal ini peranan seorang ibu bagi anak yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, selain itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

2.3 Usia Prasekolah
2.3.1 Definisi anak usia prasekolah
Yang dimaksud anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun, menurut Biechler dan Snowman (1993), mereka biasanya mengikuti program prasekolah. Menurut teori Erik Erikson yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial, tahapan 3-6 tahun mereka berada dalam tahapan dengan krisis. (Patmonodewo, 2003:19). Dan menurut Elizabeth dalam Buku Psikologi Perkembangn usia prasekolah adalah usia mainan, karena pada masa itu anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk untuk bermain dengan mainanya.




2.3.2 Tumbuh kembang usia prasekolah
Tumbuh berarti bertambahnya dalam ukuran. Tumbuh dapat berarti bahwa sel tubuh bertambah banyak atau sel tumbuh dalam ukuran. Mengukur pertumbuhan biasanya dilakukan dengan menimbang dan mengukur tubuh anak. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang dikonsumsi oleh tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam kompleksitas dan fungsinya.
Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah ada ciri yang jelas yang mereka miliki, seperti pada anak prasekolah telah tampak otot-otot tubuh yang berkembang yang memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai keterampilan. Perkembangan lain yang terjadi pada anak prasekolah, umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah, gigi susu akan tanggal pada akhir masa prasekolah. Otot dan sistem tulang akan terus berkembang sejalan dengan usia mereka,. Kepala dan otak mereka telah mencapai ukuran orang dewasa pada saat mencapai usia prasekolah. Jaringan saraf mereka juga berkembang sesuai pertumbuhan otak dan mereka akan mampu mengembangkan berbagai gerakan mengendalikannya dengan baik.

2.4 Bermain
2.4.1 Definisi Bermain
Bermain adalah kegiatan yang memperkenalkan anak-anak dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan merupakan persiapan bagi mereka untuk melakukan tugas dan pekerjaan yang sesungguhnya dengan benar pada masa dewasa kelak.(Brenggan Manurung, 2003), dan menurut dr. Soetjiningsih dalam buku Tumbuh kembang anak, bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial.
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif, maka sepatutnya suatu bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan bagi dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti makan, rasa aman, kasih sayang dan lain-lain.(A. Azis AH, 2005).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan dan mengenal waktu, cara, serta suara. (Wong, 2000)
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champell dan Glaser, 1995).

2.4.2 Fungsi Bermain
Permainan dapat memperluas interaksi sosial dan mengembangkan keterampilan sosial, yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Selain itu, permainan akan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh, dan mengembangkan serta memperhalus keterampilan motor kasar dan halus. Permainan juga akan membantu anak-anak memahami tubuhnya; fungsi dan bagaimana menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan.
Permainan dapat membantu perkembangan kepribadian dan emosi karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan perasaan, menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, juga memperhatikan peran orang lain. Melalui permainan anak-anak bisa belajar mematuhi aturan sekaligus menghargai hak orang lain.
Fungsi bermain terhadap kemampuan intelektual anak usia prasekolah dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini :


1) Merangsang perkembangan kognitif.
Dengan bermain, sensori-motor (indera-pergerakan) anak-anak dapat mengenal permukaan lembut, kasar, atau kaku. Permainan fisik akan mengajarkan anak akan batas kemampuannya sendiri. Permainan juga akan meningkatkan kemampuan abstraksi (imajinasi dan fantasi) sehingga anak-anak semakin jelas mengenal konsep besar-kecil, atas-bawah, dan penuh-kosong. Melalui permainan anak-anak dapat menghargai aturan, keteraturan, dan logika.
2) Membangun struktur kognitif.
Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam. Bila informasi baru ini ternyata berbeda dengan yang selama ini diketahuinya, anak dapat mengubah informasi yang lama sehingga ia mendapatkan pemahaman atau pengetahuan yang lebih baru. Jadi melalui bermain, struktur kognitif anak terus diperkaya, diperdalam, dan diperbarui sehingga semakin sempurna.
3) Membangun kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi, mengelompokkan, mengurutkan, mengamati, membedakan, meramalkan, menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan, dan menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan anak-anak akan keteraturan, urutan, dan waktu. Permainan juga meningkatkan kemampuan logis (logika).
4) Belajar memecahkan masalah.
Di dalam permainan, anak-anak akan menemui berbagai masalah sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah. Permainan juga memungkinkan anak-anak bertahan lebih lama menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang ia hadapi dapat dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup adanya imajinasi aktif anak-anak. Imajinasi aktif akan mencegah timbulnya kebosanan yang merupakan pencetus kerewelan pada anak- anak.
5) Mengembangkan rentang konsentrasi.
Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang memadai, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain peran (pura-pura menjadi dokter, ayah, anak, ibu, guru, dll.). Ada hubungan yang dekat antara imajinasi dan kemampuan konsentrasi. Imajinasi membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi. Anak-anak yang tidak imajinatif memiliki rentang perhatian (konsentrasi) yang pendek dan memiliki kemungkinan besar untuk berperilaku agresif dan mengacau.
Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl-Psych. Anak memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini, anak mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya.
Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat diberikan kepada anak prasekolah. Tentu saja harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Beberapa pokok yang bisa dijadikan pembelajaran bagi mereka adalah : Belajar mengembangkan dan mengasah keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan. Belajar menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Belajar mengembangkan berbagai keterampilan dasar, termasuk membaca, menulis dan menghitung.
Menurut Wong (2003), dalam buku Pedoman Klinis keperawatan Pediatrik, bahwa bermain mempunyai banyak fungsi terhadap beberapa aspek perkembangan diantaranya
1) Perkembangan Sensorimotorik. Memperbaiki keterampilan morotik kasar dan halus serta koordinasi, meningkatkan perkembangan semua indera. Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia. Memberikan pelambiasan kelebihan energi.
2) Perkembangan intelektual. Memberikan sumber-sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran diantaranya : Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran tekstur, warna. Pengalaman dengan angka. Kesempatan untuk mempraktekan dan memperluas keterampilan berbahasa. Memberikan kesempatan untuk berlatih pengalaman masa lalu dalam upaya untuk mengasimilasinya ke dalam persepsi dan hubungan baru. Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan realita.
3) Perkembangan sosialisasi dan moral. Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan. Mengembangkan keterampilan sosial. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui dan standar moral.
4) Kreativitas. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif. Memungkinkan imajinasi dan fantasi. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus.
5) Kesadaran diri. Memudahkan perkembangan identitas diri. Mendorong pengaturan perilaku sendiri. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri (keahlian sendiri).memberikan perbandingan antara kemampuan sendiri dan orang lain.
6) Nilai terapeutik. Memberikan pelepasan stress dan ketegangan. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut, dan keinginan.




2.4.3 Aktivitas bermain semasa prasekolah
Usia Prasekolah atau usia awal masa kanak-kanak , usia anak yang mengikuti Taman kanak-kanak juga dinamakan usia prasekolah dan bukan anak-anak sekolahan (Elizabeth, 1980). Yang dimaksud dengan usia prasekolah adalah mereka yang berumur 3 – 6 tahun. Usia prasekolah dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktu di isi dengan bermain. Dan selama ini mainan merupakan alat yang sangat penting dari aktivitas bermain.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktivitas bermain bagi anak prasekolah menurut soetjiningsih (1995) adalah dibawah ini :
1) Ekstra Energi. Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain. Akan tetapi tidak harus berhenti bermain, anak yang sakit masih dapat bermain akan tetapi disesuaikan dengan keadaan dan kondisi anak tersebut, agar tidak terjadi proses tumbuh kembang yang terlewati bagi anak tersebut.
2) Waktu. Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain
3) Alat Permainan. Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.
4) Ruangan untuk bermain. Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak dapat bermain di ruangan tamu, halaman bahkan di ruang tidurnya.


5) Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah cara yang terbaik. Karena anak tidak terbatas penegetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan anak-anak akan mendapatkan keuntungan lain lebih banyak.
6) Teman Bermain
Anak harus merasa yakin bahwa bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuanya atau temannya. Karena kalau anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak dapat mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhan sendiri. Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.
Pemberian aktivitas bermain dan stimulasi merupakan salah satu alat untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, agar tujuan dari stimulasi dengan alat permainan tercapai, ada berbagai hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu :
1) Bermain/alat permainan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.contohnya, anak yang sudah terampil berlari akan senang bila diberikan alat permainan berupa bola
2) Agar kemampuan bermain anak berkembang, orang tua harus sabar, perhatikan kemampuan dan minat anak, janganlah orang tua menuntut anak diluar kemampuannya.
3) Ulangilah suatu cara bermain, sehingga anak benar-benar terampil sebelum meningkat kepada ketrampilan yang lebih majemuk.
4) Orang tua selalu menjadi model bagi anak-anaknya, apabila orang tua senang dengan suatu alat permainan, maka cenderung anak akan menyukainya.
5) Sebelum orang tua mengajak anak bermain dengan menggunakan alat permainan, pelajarilah lebih dahulu cara dan tujuan bermain dari alat tersebut.
6) Jangan memaksa anak bermain, bila si anak tidak ingin bermain. Demikian juga bila si orang tua dalam keadaan tidak ingin bermain.
7) Hentikan kegiatan bermain sebelum anak atau orang tua mulai bosan.
8) Alat permaianan untuk anak tidak harus selalu baru.
9) Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Karena kalau terlalu banyak anak akan merasa bingung, sedangkan kalau sedikit anak tidak mendapatkan kesempatan secara optimal mengembangkan ketrampilannya.
10) Bila anak terlalu menatap perhatiannya kepada alat permainan tertentu, janganlah orang tua terlalu khawatir, usahakan tetap memperkenalkan alat permainan yang lain, agar anak mendapatkan pengalaman yang lebih luas.
11) Bila orang tua menyediakan waktu sedikit untuk bermain dengan anaknya setiap harinya, maka akan terjalin hubungan yang akrab dengan anaknya. Dan sangatlah bermanfaat untuk pengembangan kepribadian anak kelak dikemudian hari.
12) Melalui bermain bersama, orang tua dan anak akan saling mengenal satu sama lain dan makin mengenal dirinya masing-masing. Orang tua hendaknya jangan cepat gusar bila menemukan kelemahan-kelemahana anak, justru penemuan yang dini ini sangatlah berguna untuk segera dikonsultasikan dengan dokter, bila kelemahan ini tidak bisa dikoreksi, harus diterimanya tanpa mengurangi stimulus yang optimal yang diberikan kepada anak, karena di lain pihak orang tua pasti akan menemukan hal yang positif pada anak yang harus dikembangkan dan dipertahankan.
13) Sesekali berikan kesempatan pada anak untuk bermain sendiri. Anak sebaiknya diberikan kesempatan untuk dapat menyenangkan dirinya sendiri, sekaligus berarti memberi kesempatan anak mengembangkan ketrampilan untuk mandiri.
Menurut Wong (2003) dalam buku pedoman klinis keperawatan pediatrik bahwa Aktivitas yang dianjurkan pada masa prasekolah adalah di bawah ini.
Tabel. 2.1. Aktivitas yang dianjurkan selama usia prasekolah
Perkembangan fisik Perkembangan sosial Perkembangan mental
dan Kreativitas
1. Memberikan ruangan untuk berlari, melompat dan memanjat
2. Ajarkan untuk berenang
3. Ajarkan olah raga dan aktivitas yang sederhana

1. Anjurkan interaksi dengan anak anak tetangga
2. Halangi anak jika ia menjadi dekstruktif
3. Daftrakan anak kesekolah khusus untuk anak-anak prasekolah
1. Anjurkan usaha yang kreatif dengan bahan mentah
2. Membaca cerita
3. Pantau tontonan televisi
4. Hadirkan teater dan peristiwa budaya lainnya yang sesuai dengan usia anak
5. Ajaklah anak berjalan-jalan ke taman, museum dan pantai.

2.4.4 Kategori Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995),Bermain dalam hal ini terbagi menjadi 2 yaitu bermain aktif dan Pasif.
1. Bermain Aktif
a) Bermain mengamati / menyelidiki ( Exploratory Play )
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak akan memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
b) Bermain Konstruksi ( Construction Play )
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan, dll.
c) Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
d) Bermain Drama ( Dramatic Play )
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam massa media.
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau dengan teman-temannya.
e) Bermain Bola, Tali Dan sebagainya.
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
2. Bermain Pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lama bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.seperti :
a) Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
b) Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
Menonton televisi. Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.



2.5 Alat Permainan Edukatif
Yang di maksud dengan APE adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya serta berguna untuk :
1) Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak
2) Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar.
3) Pengambangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna dan lain-lain.
4) Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara orang tua dan anak.
APE tidak harus bagus dan di beli di toko, akan tetapi buatan sendiri / alat permainan tradisional pun dapat digolongkan APE asalkan memenuhi syarat
1) Aman
2) Ukuran dan berat APE harus sesuai dengan usia anak.
3) Bila ukuran terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena akan mudah tertelan oleh anak. Sedangkan akalau Alat Permainan terlalu berat, maka anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membahayakan bila Alat permainan tersebut jatuh dan mengenai anak.
4) Desainnya harus jelas
5) APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.
6) APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahsa, kecerdasan dan sosialisasi.
7) Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu sulit, sehingga membuat anak frustasi, atau terlalu mudah sehingga membuat anak cepat bosan.
8) Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun bentuknya. Bila bersuara, suaranya harus jelas.
9) APE harus dapat diterima oleh semua kebudayaan, karena bentuknya sangat umum.
10) APE harus tidak mudah rusak, kalau ada bagian-bagian yang rusak harus mudah diganti. Pemeliharaannya mudah, terbuat dari bahan yang mudah di dapat, harganya terjangkau oleh masyarakat luas.
Tabel. 2.2. Alat permainan dan perkembangan yang di stimuli
Pertumbuhan Fisik / Motorik Kasar Sepeda roda tiga / dua, bola, mainan yang di tarik dan didorong, tali.
Motorik Halus Gunting, Pensil, Bola, Balok, Lilin.
Kecerdasan / Kognitif Buku bergambar, buku cerita, Puzzle, boneka, pensil warna dan radio
Bahasa Buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, Tape, TV
Menolong diri sendiri Gelas/ piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki.
Tingkah laku sosial Alat permainan yang dapat di pakai bersama misalnya congklak, kotak pasir, bola dan tali.

Menurut Syamsu dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (2002), perkembangana anak prasekolah ditandai juga dengan berkembangnya kemampuan atau ketrampilan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Tabel 2.3. Kemampuan Motorik anak usia prasekolah (3-6) tahun
Usia Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus
3-4 tahun 1. Naik dan turun tangga
2. Meloncat dengan dua kaki
3. Melempar bola 1. Menggunakan krayon
2. Menggunakan benda/alat
3. Meniru bentuk/gerakan

4-6 tahun 1. Meloncat
2. Mengendarai sepeda anak
3. Menangkap bola
4. Bermain olah raga 1. Menggunakan pensil
2. Menggambar
3. Memotong dengan gunting
4. menulis hurup cetak


2.5.1 Klasifikasi permainan
Klasifikasi bermain dalam hal ini dapat di bedakan menjadi tiga yaitu 1. berdasarkan isi permainan, 2. Berdasarkan karakteristik sosial dan 3. Bermain sosio-Dramatik.
2.5.1.1 Berdasarkan Isi Permainan
1) Social affective play, Inti permainan ini adalah hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain
2) Sense of pleasure play, Permainan ini menggunakan alat yang dapat menumbuhkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikan
3) Skill play, Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus
4) Dramatic play, Memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya
5) Games atau permainan, Jenis permainan menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor.
6) Unoccupied behaviour, Anak tidak memainkan alat tetentu dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan, misalnya anak terlihat mondar – mandir, tersenyum, tertawa, jinjit – jinjit, bungkuk – bungkuk, memainkan kursi meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya
2.5.1.2 Berdasarkan Karakterisitik sosial anak prasekolah
1) Onlooker play (Bermain sebagai penonton atau pengamat)
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya
2) Solitary play (Bermain Soliter)
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakaan temannya, tidak ada kerjasama atau pun komunikasi dengan teman sepermainannya
3) Parallel play (Bermain Pararel)
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu dengan anak yang lain tidak ada kontak satu sama lain sehingga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. seperti pada anak yang sedang bermain Puzzle.
4) Associative play (Bermain Asosiatif)
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu dengan yang lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
5) Cooperative play (Bermain Kooperatif)
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, anak-anak ingin bermain took-tokoan. Seorang anak harus berperan sebagai pelayan dan yang lainnya berperan sebagai pembeli.


2.5.2 Memilih Alat Permainan
Alat-alat peraga yang digunakan selama bermain harus dapat menstimulasi pengembangan kreativitas anak. Gunakan alat bermain edukatif yang memiliki fungsi mendidik dan juga menghibur. Dengan begitu anak bisa terstimulasi untuk menyenangi proses belajar, hingga imajinasinya pun berkembang.
Alat permainan edukatif ini banyak macamnya, seperti puzzle dan lego yang dapat melatih kemampuan kreatif. Anak juga bisa membuat mainan sendiri, umpamanya kapal-kapalan dari kertas atau pelepah pisang. Selain itu, sediakan juga alat peraga lain seperti gambar, poster, papan permainan, alat-alat kesenian dan sebagainya.
Usahakan agar kegiatan yang dilakukan tidak monoton. Oleh karena itu orang tua dan guru didik perlu menghidupkan cara-cara yang dapat mengembangkan aktivitas anak. Tujuannya agar tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan.
Menurut Soetjiningsih (1995), terdapat tujuh kesalahan dalam memilih alat permainan, yaitu :
1) Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan, padahal pada umumnya anak-anak suka mengulang-ngulang alat permainan yamh sama untuk beberapa waktu lamanya.
2) Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir indah dan menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan dikerjakan anak terhadap alat permainan tersebut.
3) Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan. Mereka lupa bahwa alat permainan yang dibuat sendiri atau dari barang bekas sering menyenangkan pula.
4) Alat permainan yang terlalu lengkap / sempurna. Sehingga sedikit peluang bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. Sekali anak melihatnya, hanya sedikit tersisa untuk memainkannya.
5) Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak. Anak terlalu tua atau terlalu muda terhadap alat permainannya. Sehingga maksud dan tujuan alat permainan itu tidak tercapai.
6) Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan type yang sama
7) Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat permainan yang di belinya.
Menurut Wong (2003) contoh mainan yang dianjurkan selama usia prasekolah bagi perkembangan sosial, mental dan kreativitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


Tabel. 2.4. Mainan yang dianjurkan pada masa prasekolah bagi perkembangan fisik, Sosial, mental dan Kreativitas.

Perkembangan fisik Perkembangan sosial Perkembang mental dan kreativitas
- Papan jungkit-jungkit
- Perosotan dengan tinggi sedang
- Ayunan yang dapat di atur
- Mengarungi kolam
- Kendaraan yang dapat dikendarai seperti roda tiga
- Kereta luncur
- Kereta sorong - Rumah mainan berukuran anak
- Boneka
- Pring, meja
- Papan setrika dan setrikaanya
- Mesin kasir dan mesin tulis mainan
- Baju-baju mainan untuk berdandan
- Peralatan dokter dan perawat - buku-buku, puzzle, mainan musik
- permainan gambar
- gunting tumpul, lem, kertas
- kertas Koran, crayon, cat, poster, koas besar
- mainan musik dan berirama
- kaca pembesar dan magnet
- rangkaian konstruksi kayu dan plastic
- rekaman dan Tape

Umumnya untuk anak usia prasekolah terdapat sarana untuk bermain, kegiatan bermain untuk pengembangan keterampilan gerakan halus dan koordinasi mata dan tangan. Alat dalam pusat ini adalah :
1) Alat permainan menara gelang ganda bentuk bulat, segi 4, segi 3, dan segi-6. dengan permainan ini anak-anak akan mengenal konsep warna, bentuk dan ukuran.
2) Tangga silinder bentuk silinder dan kubus. Dengan memainkan alat permainan ini, anak belajar tetntang bentuk, warna, jumlah, posisi benda (diatas, di bawah dan di samping).
3) ’Puzzles’ (mainan bongkar pasang). Yang paling sederhana adalah papan bentuk (lingkaran, segi-4, segi-3, bintang, oval dan sebagainya). Model puzzle lain adalah suatu gambar tertentu dan dipotong-potong, setelah gambar tersebut ditebarkan dimeja, anak diminta menyatukan kembali.
4) Alat mainan yang bersifat konstruksi, misalnya balok meja yaitu untuk mengembangkan kreativitas. Dengan alat permainan tersebut, anak dapat menyusun suatu bentuk tertentu.
5) ”Games’. Sejumlah games yang sederhana juga termasuk dalam pusat ini, games tersebut meliputi ular tangga dan domino.
6) Materi yang berorientasi kepada kegiatan yang bersifat akademik, yaitu materi yang membawa anak untuk kesiapan akademik bagi anak. Materi tersebut meliputi : kertas dan pensil, pola bentuk untuk dijiplak (sebagai persiapan untuk membuat huruf), bentuk angka-angka (untuk memperkenalkan bentuk angka dan sebagainya).

2.6 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah

2.6.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan
2.6.1.1 Usia
Usia adalah lama waktu hidup semenjak diadakan atau dilahirkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth, 1995). Usia merupakan salah satu Variable dari model demografi yang di gunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator psikologi yang berbeda (Notoatmodjo, 2003). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Soelaiman (1993) usia yang di anggap optimal dalam memahami dan mengambil keputusan dan kecepatan respon maksimal di atas usia 20 tahun, karena pada periode ini merupakan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapam sosial baru seperti peran suami/istri dan orang tua. sedangkan usia di bawah atau kurang dari 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam memahami dan mengambil keputusan. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada seseorang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998 dalam Nursalam, 2001).

2.6.1.2 Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992 dalam Nursalam, 2001). Menurut Soetjiningsih (1995), Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam tumbuh kembang anak. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sedangkan pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai baru yang di perkenalkan (Kuncoroningrat, 1997 dalam Nursalam, 2001). Menurut pasal 12 ayat 1 UUSPN Nomor 2 tahun 1989 menyatakan bahwa jenjang pendidikan sekolah di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Akan tetapi pada tahun 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan sembilan tahun, yaitu siswa yang lulus dari sekolah dasar diwajibkan mengikuti pendidikan tiga tahun yang sekarang dikenal dengan istilah pendidikan dasar sembilan tahun. Atas dasar inilah peneliti mengkategorikan pendidkan formal menjadi dua, yaitu pendidikan rendah (SMP ke bawah) dengan pendidikan tingginya (SMA ke atas).

2.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan adalah barang apa yang di kerjakan, dilakukan atau diperbuat (Kamus Bahasa Indonesia, 2005). Pekerjaan adalah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erick, 1996 dalam Nursalam 2001). Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991 dalam Nursalam, 2001).