Jumat, 08 Mei 2009

LAPORAN PENDAHULUAN POST NATAL CARE

POST PARTUM NORMAL
I. DEFINISI

• Post partum adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali kandungan, lamanya sekitar 6 minggu (FK.UNPAD, 2000)
• Post partum adalah masa dimana tubuh menyesuaikan diri baik fisik, psikologis terhadap proses melahirkan dimulai 1 jam setelah persalinan sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan mendekati keadaan semula.

II. PERUBAHAN DAN ADAPTASI PADA MASA POST PARTUM

1. Adaptasi Fisiologis
• Suhu
Setelah persalinan dalam 24 jam pertama umumnya kurang dari 380C, bila setelah hari pertama suhu meningkat lebih dari 380C selama 2 hari berturut-turut dalam sepuluh hari pertama post partum perlu dicurigai adanya sepsis endometritis, mastitis, purpunalis risk, atau infeksi lainnya
• System Kardiovaskuler
 Tekanan Darah
Umumnya stabil terjadi penurunan tekanan sistolik 20 mmHg atau lebih pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke posisi duduk. Hal ini menggambarkan hipotensi ortostatik dan merupakan gangguan sementara pada kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan vaskuler pada panggul. Kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg atau diastolic 15 mmHg terutama bila disertai sakit kepala atau perubahan penglihatan dapat dicurigai adanya Preeklamsia post partum.
 Nadi
Mungkin terjadi bradikardi, sekitar 50-70 x / menit dan kembali pada keadaan normal selama 1 jam.
 Suhu
Dapat meningkat pada keletihan dan dehidrasi atau pada hari ke 2-3 bila terjadi pembengkakan payudara biasanya kenaikan suhu tidak akan lebih dari 24 jam.
• Komponen Darah
Hemoglobin, hemotokrit dan eritrosit mendekati keadaan sebelum terjadi hemokonsentrasi karena diuresis limfosit menurun, leukosit darah dari 15.000 – 30.000 mekanisme pembengkakan darah akan aktif pada periode immediate post partum beberapa saat setelah melahirkan sehingga meningkatkan tromboemboli.
• Kandung kemih
Selama proses melahirkan kandung kemih mendapatkan trauma yang dapat mengakibatkan oedema atau kehilangan sensitivitas terhadap cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan atau pengosongan yang tidak sempurna dari kandung kemih, kebanyakan klien dapat berkemih spontan dalam 8 jam post partum.
• Sistem Endokrin
Estrogen, Progesteron menurun dengan cepat, prolaktin meningkat dengan adanya proses menyusui, produksi ASI dimulai sekitar 3 hari post partum oleh sel, pada alveoli atas pengaruh prolaktin. Isapan bayi merangsang kontraksi myoepitel karena skeresi oksitosin, sehingga ASI keluar, pada klien biasanya menstruasi terjadi pada minggu ke 36.

• Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot abdomen teregang selama hamil menyebabkan kehilangan kekenyalan otot-otot setelah otot menurun selama post partum terutama dinding otot abdominalis sering lembek dan kendur, keadaan kendur akan kembali ke keadaan semula ± 6 minggu setelah post partum.
• Organ Reproduksi
 Involusi Uteri
Terjasi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat, tingkatan involusi 1-2 jam post partum posisi fundus uteri berada pada pertengahan pusat simpisis, berat uterus 1000 gr. 3 hari post partum posisi fundus uteri 3 cm dibawah pusat, terus menurun 1 cm / hari dengan lochea serosa setelah 9 hari tidak turun dibawah simpisis dengan berat 500 gr. Lochea alba 5-6 minggu sedikit lebih banyak dari nulipara.
• Lochea
Adalah pengeluaran uterus pervaginan saat melahirkan terdiri atas sel-sel tua dan bakteri lochea, pertama kemerahan dan mungkin mengandung bekuan, jumlah dan karakternya berubah dari hari ke hari. Pada awalnya jumlah lochea sangat banyak kemudian sedang dan biasanya berhenti dalam 2 minggu. Warna dibedakan atas rubra untuk darah segar, serosa untuk serum kecoklatan dan alba untuk kuning keputihan. Normalnya lochea memiliki bau apek, bau amis, dan bau busuk menandakan terjadinya infeksi. Periode menstruasi biasanya mulai kembali sekitar 6-8 minggu setelah melahirkan bila pasien tidak menyususi 3 bulan setelah melahirkan.



Karakteristik Lochea
Nama Batas waktu sejak melahirkan Pengeluaran normal

Rubra





Serosa


Alba
Hari 1 – 3





Hari 4 – 9


Hari ke 10
Darah Beserta Bekuan, sedikit berbau, pengeluaran sedikit meningkat waktu menyususi

Pink atau Kecoklatan sedikit berbau amis

Kuning keputihan, sedikit berbau amis


• Involusio (tempat menempelnya Plasenta)
Diameter area plasenta 8-9 cm. Perdarahan dapat berhenti karena tekanan pada jaringan oleh kontraksi otot-otot uterus, jaringan akan mengalami sekrose dan lepas dalam waktu sekitar 6 minggu setelah melahirkan, Kegagalan, kelambatan penyembuhan tempat menempelnya plasenta disebut “subinvoluse lempak”. Menempelnya plasenta dapat menyebabkan lochea terus-menerus, perdarahan pervaginam tanpa nyeri.

• Perubahan pada Vagina
Kongesti pada dinding vagina menciut dalam beberapa hari, rogea vagina kembali dalam 3 minggu, labia minora dan labia mayora meregang dan tidak licin
• Fundus
- 1-2 jam post partum antara pusat dan simpisis, berat 1000 mg
- 12 jam post partum 1 cm dibawah pusat
- 3 hari post partum 3 cm dibawah pusat terus turun 1 cm/hari
- 0 hari post partum tidak teraba dibawah simpisis, berat 500mg
- 5-10 minggu post partum sedikit lebih besardari nulipara

1. Adaptasi Psikologis
• Fase Honey moon
Merupakan fase setelah anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak langsung antara ibu dan anak, hal tersebut dikatakan sebagai psikis. Honey moon tidak memerlukan hal-hal romantis secara biologis masing-masing memperhatikan anaknya dan menciptakan hal-hal yang baru (Rubin, 1971)

• Fase Taking in
Perhatika klien terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan tergantung. 1-2 hari klien tidak meningkatkan kontak dengan bayinya tetapi tidak berarti tidak memperhatikannya, Dalam hal ini klien membutuhkan atau memerlukan informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayi, klien mengenang pengalaman melahirkan yang dialaminya, untuk pemulihan diperlukan tidur dan makan cukup

• Fase Taking Hold
Klien berusaha mandiri dan berinisiatif. Perhatian klien lebih banyak kepada kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya misalnya BAK, BAB, melakukan berbagai aktifitas duduk, jalan dan keinginan untuk belajar tentang perawatan diri sendiri dan bayinya, timbul rasa kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan “tidak mau” fase ini berlangsung sekitar 10 hari

• Fase Lating Go
Klien merasa bayinya tidak terpisah darinya, mendapat peran dan tanggung jawab, terjadinya peningkatan kemandirian dalam perawatan diri sendiri dan bayinya

• Fase Post Partum Blues
Pada masa post partum klien kadang-kadang mengalami kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan tidur terganggu. Hal ini disebabkan karena perubahan hormonal dan peran transisi. Hal yang berhubungan dengan post partum blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan, kehabisan tenaga

III. KLASIFIKASI POST PARTUM
1. Periode immediet atau post partum atau kalla IV berlangsung dalam 1 jam pertama
2. Periode early post partum berlangsung selama minggu ke 2 sampai ke 6, pada periode immediet dan early post partum dipertimbangkan sebagai periode yang lebih berbahaya, dimana bahaya utama pada klien adalah pompa hemoragik dan syok hipovolemi. Selanjutnya perubahan lain secara bertahap terjadi pada periode late post partum






IV. PENGKAJIAN
1. hgchgvu
- Biodata klien
- Riwayat kehamilan sekarang dan sebelumnya yang berhubungan dengan ANC
- Riwayat persalinan yang lalu, spontan, induksi, persalinan lama, BBLR
- Riwayat persalinan yang menyangkut perdarahan, hipertensi akibat kehamilan
- Riwayat penyakit yang diderita system pernafasan, cordis, Diabetes mellitus
- Riwayat kesehatan keluarga hipertensi dan diabetes mellitus
- Riwayat post partum sekarang
- Masa post partum inmediet (1 jam pertama), early (minggu pertama), lain (minggu ke 2 sampai ke 6)
- Kelkuhan : perdarahan, hipertensi, infeksi, after pain
- Adaptasi psikologis fase taking in, yaking hold, letting go
- Konsep diri (gambaran diri) post partum blues
- Status emosional: depresi, interaksi dengan keluarga dan perawat
- Reaksi sibling keluarga
- Tingkat pengetahuan ibu dan keluarga

2. Pemeriksaan persistem
• Sistem Kardiovaskuler
Kaji ada tidaknya hipotensi ortostatik, keringat banyak, hemokonsentrasi Hb, Ht dan eritrosit kembali normal


• Sistem Endokrin
Peningkatan hormone prolaktin dan oksitosin. Penurunan kadar hormone estrogen dan progesterone
• Sistem Perkemihan
Pengosongan kandung kemih tidak sempurna, ada tidaknya diuresis, hematuri
• Sistem pencernaan
Kaji adanya penurunan modilitas usus, frekuensi defekasi
• Sistem Muskuloskeletal
Kaji peregangan dinding perut pada muskulus ractus abdominalis
• Sistem Reproduksi
- Payudara : Penampilan payudara, luka, pembengkakan, laktasi, kebersihan punting, susu lecet dan punting susu
- Genital : Perineum ada atau tidaknya lochea, hemoroid
3. Pemeriksaan fisik
• Penampilan umum
Observasi klien dari kepala sampai tumit, (warna kulit. Kehangatan kulit, status respirasi), kaji respon klien (tingkat kesadaran, pusing, hipotensi)
• Rambut : inspeksi warna dan kebersihan kulit
• Mata : inspeksi konjungtiva dan sklera
• Telinga : inspeksi letak dan bentuknya
• Hidung : inspeksi bentuk dan ada tidaknya sekret
• Mulut dan gigi : inspeksi mukosa
• Leher : inspeksi ada tidaknya peningkatan JVP
• Dada : inspeksi gerakan dada, simetris atau tidak
• Payudara : kaji kondisi payudara
• Abdomen : inspeksi adanya peregangan otot abdomen, stric
V. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Ds :
- klien mengatakan mules

Do :
- Kontraksi uterus lemah
- Lochea : warna merah tua atau pink, berisi cairan da sedikit gumpalan darah, jumlah ± 50 cc
- Adanya luka laserasi jalan lahir dan luka episiotomi Persalinan



Kontraksi uterus lemah


Vasodilatasi pembuluh darah


Resiko Perdarahan Resiko Tinggi Perdarahan
Ds :
Do :
- Post partum
- Terdapat inserasi atau robekan pada jalan lahir
- Terdapat luka episiotomi pada perineum
- Blas penuh
- Terdapat perdarahan pervaginam
- TFU 1 jari dibawah pusat
Post partum


Perubahan pada sisitem tubuh


Adaptasi fisiologis


Sistem genitalia dan kandung kemih mengalami perubahan fungsi


Kontraksi uterus


Involusio Kontraksi Pengeluaran
Uteri lemah lochea


Uterus vasodilatasi peningkatan
Mengecil pembuluh cairan ekstra
TFU turun darah sel 50%
Sesuai hari
Persalinan
Perdarahan Bladder
penuh


terjadi penekanan
pd kandung kemih


perubahan fungsi
urogenital Perubahan Fungsi Urogenital
Ds :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah perineum dan jalan lahir

Do :
- Terdapat luka episiotomidan laserasi jalan lahir
- Luka masih basah
- Nyeri tekan (+)
- Oedema (-)
- Kemerahan pada luka episiotomi (-) Post partum


Luka pada jalan lahir dan episiotomi


Terputusnya kontinuitas jaringan


Merangsang neurotransmitter melepaskan mediator kimia (bradikinan, serotonin, histamine)


Dihantarkan ke thalamus dan korteks serebri


Persepsi nyeri


Nyeri
Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri
Ds :
Do :
- Terdapat luka episiotomi dan laserasi jalan lahir
- TD : 120/80mmHg
- N : 80 x/menit
- S : 37 0C
- Lochea : warna merah tua atau pink, berbau amis, jumlah ±150 cc
Laserasi jalan lahir


Terputusnya kontinuitas jaringan


Pintu gerbang masuk mikroorganisme


Area yang baik pertumbuhan mikroorganisme adanya lochea


Resiko infeksi
Resiko Tinggi Infeksi
Ds :
- Klien mengatakan belum pernah melakukan perawatan payudara
- Klien menanyakan tentang perawatan luka epis di rumah
- Klien menanyakan tentang perawatan bayi

Do :
- P1, A0
- ASI belum keluar
- Aerola mamae kotor
- Tidak ada sumber informasi
- Klien belum pernah melakukan vulva hygiene
Proses persalinan (P1 A 0)


Kurang informasi tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan bayi


Persepsi tentang proses pemulihan dan perawatan diri tidak jelas


Deficit pengetahuan Defisit Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Post Partum

VI. PRIORITAS MASALAH
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan atonia uteri, trauma jalan lahir
2. Perubahan fungsi urogenital berhubungan dengan adaptasi fisiologis post partum
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
4. Resiko tinggi infeksi jalan lahir berhubungan dengan adanya diskontinuitas jaringan
5. Defisit pengetahuan ibu tentang perawatan post partum berhubungan dengan kurangnya sumber informasi

LAPORAN PENDAHULUAN INTRANATAL CARE

INTRANATAL CARE
I. Definisi
- Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Wikmosastro, 1991:180)
- Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi pembukaan servik serta pengeluaran janin dan plasenta dari uterus ibu

II. Mekanisme Persalinan
1. Enggagement
- Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
- Multi para terjadi pada permulaan persalinan

2. Discent (turunya kepala)
Turunnya kepala atau presentasi pada inlet disebabkan oleh :
- Tekanan cairan ketuban
- Tekanan langsung oleh fhundus uteri
- Kontraksi diafragma dan otot perut (Kalla II)
- Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus

3. Fleksi
Majunya kepala : kepala mendapat tahanan dari cervik, dinding panggul dan dasar panggul

4. Internal Rotasi (Putaran paksi dalam)
Bagian terendah memutar kedepan, ke bawah simpisis


5. Ekstensi
Defleksi kepala : mengarah ke depan dan ke atas

6. Eksternal Rotasi (Putaran paksi luar)
Setelah kepala lahir memutar kembali kea rah punggung bayi

7. Expulsi
Bahu depan dibawah simpisis, lahir bahu belakang, bahu depan, dan badan

III. Faktor-faktor yang penting dalam persalinan
- Pasenger : Besarnya anak, presentasi dan posisi
- Pasagway : Bentuk dan ukuran panggul
- Power : Kontraksi uterus (kekuatan, lama, dan frekuensi), tenaga ibu untuk mengedan
- Plasenta : Tempat insersi plasenta
- Psikologi : Perubahan psikologis yang terjadi

IV. Kalla Persalinan
1. Kalla I
- Waktu pembukaan servik sampai lengkap (± 10 cm)
- Pada primipara biasanya berlangsung 6-18 jam, dimana setiap jam pembukaan bertambah ± 1cm, pada multipara 2-10cm pembukaan ± 1cm dalam 30 menit
- Beberapa yang harus dimonitor pada kalla I adalah :
Keadaan ibu
Pembukaan servik yaitu pembesaran ostinum eksterna sampai 1-10cm. Pada pembukaan lengkap tidak teraba lagi bibir postio, segmen bawah rahim, servik dan vagina menjadi satu saluran
a. Fase pada kalla I
• Fase Laten
Pembukaan servik berlangsung lambat, pembukaan dari 0-3 cm, biasanya dalam waktu 7-8jam
• Fase Aktif
Biasanya berlangsung ± 6 jam, dibagi atas beberapa periode:
- Periode Akselerasi : Pembukaan servik 3-4 cm (biasanya selama 2 jam
- Periode dilatasi maksimal : Pembukaan 4-9 cm (biasanya selama 2 jam)
- Periode deselerasi : Pembukaan 9-10 cm (biasanya 2 jam)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembukaan kalla I
- Otot-otot servik menarik rahim
- Segmen bawah servik diregang oleh isi abdomen
- Ketuban sewaktu kontraksi, menonjol ke kanalis servikalis dan bila ketuban sudah pecah dan dorongan kepala janin

c. Kontraksi Uterus
Pada awalnya tidak begitu kuat, biasanya dorong setiap 10-15 menit, yang lama-kelamaan menjadi kuat dan jaraknya yang lebih pendek

d. Pemeriksaan Leopold
• Leopold I : Menentukan tuanya kehamilan dan bagian apa yang terdapat di fundus
• Leopold II : Menentukan dimana letak punggung anak dan dimana letak bagian terkecil
• Leopold III : Menentukan apa yang terdapat dibagian bawah dan apakah sudah masuk pada PAP
• Leopold IV : Menentukan apa yang normal bagian bawah dan sudah berapa masuknya bagian bawah ke dalam PAP

e. Turunnya Kepala Janin
- Hodge I : Kepala turun setinggi PAP
- Hodge II : Kepala turun setinggi pinggir bawah simpisis
- Hodge III : Kepala turun setinggi spina ischiadika
- Hodge IV : Kepala turun setinggi os cogsegis

f. Station
- Fiqating : Bagian presentasi diatas inlet -4,-5
- Fixed : -3, -2, -1
- Engaged ukuran terbesar bagian terendah setinggi spina ischiadika : 0
- Mid platul : Antara inlet bagian terendah panggul : +1, +2, +3
- Pada perineum : +4, +4

g. Posisi dan Presentasi
Posisi : hubungan presentasi dengan kanan atau kiri ibu
- Cephalik presentasi : Occiput
- Breceh presentasi : Sacrum
- Face presentasi : Dagn
- Transperse presentasi : Scapula
- Bach Cephalik presentasi : Ubun-ubun kecil

h. Teknik Meneran
- Menurut codayra-barela
1. Meneran secara pendek tidak lebih dari 6-7 detik
2. Meneran waktu ada dorongan setiap his meneran 3-5 kali
3. Meneran dengan membuka glottis dan sedikit menghembus

- Cara Klasik
Ibu disarankan meneran setiap ada his

- Cara Semi Fowler
1. Jika ada kontraksi kepala dan bahu diangkat 45¬¬¬0C
2. Uterus mulai berkontraksi, paha ditarik kearah abdomen, tangan merangkul paha dan bawah lutut
3. Meneran pendek 5 detik dengan membuka glottis, menarik nafas sebelum mengedan dihindari
4. Menarik pada lutut dengan menempel pada dada menguatkan dorongan diafragma dan otot perut
5. Diluar his, tungkai diluruskan untuk mengurangi tekanan pada pangkal dan relaksasi dasar panggul

2. Kalla II
a. Kalla pengeluaran hasil konsepsi
b. Penatalaksaaan kalla II
1) Observasi tanda-tanda kalla II seperti: His makin kuat, lama dan sering, perdarahan meninkat, timbul deflek meneran seperti: ingin BAB, anus meregang, kepala tampak divulva, perineum meregang dan vulva membuka
2) Monitor DJJ : normal 120-140x/menit
3) Bantu persalinan, lakukan episiotomi jika ada indikasi
4) Merapihkan bayi dan menilai APGAR scors
5) Perhatikan teknik septic dan antiseptic
6) Tingkatkan rasa nyaman, bila nyeri lakukan :
- Kompres dingin/hangat
- Teknik bernafas
- Stimulasi dengan memijat perut ibu

3. Kalla III
Fase keluarnya plasenta pada primipara : ½ jam dan pada multipara ¼ jam
• Penatalaksanaan kalla III
1. Observasi tanda-tanda lepasnya plasenta
- Timbulnya kontraksi uterus
- Fundus membundar
- Tali pusat menjulur
- Terlihat masa di introitus
- Perdarahan sekonyong-konyong
2. Menentukan lepasnya plasenta
3. Menilai cara lahirnya plasenta
- Cara Duncan : Plasenta lepas dari pinggir, perdarahan sedikit
- Cara Sechulze : Plasenta lepas dari tangan, perdarahan sekonyong-konyong
4. Menentukan kelengkapan plasenta
- Jumlah kortiledon 16-22
- Tebalnya 2-3 cm
- Beratnya 550-600 cm
- Panjang tali pusat 55 – 60 cm
- Diameter 14 – 16
- Insersi tali pusat
- Arteri 2 dan Vena 1
- Periksa pinggir plasenta ada robekan atau tidak

5. Observasi jalan lahir
6. Monitoring kontraksi uterus
7. Observasi keadaan umum ibu
8. Penuhi kebutuhan dasar ibu, minum, makan dan rasa nyaman

4. Kalla IV
Fase keluarnya plasenta dimana uterus tidak kontraksi lagi
• Penatalaksanaan
- Observasi jalan lahir, anus terjadi atau tidak
- Monitor tanda-tanda vital, keadaan umum, kontraksi uterus dan respon klien
- Penurunan rasa nyaman: Bersihan ibu, ganti baju, panjang pembalut, atur posisi yang nyaman
- Beri ibu makan dan minum
- Lakukan bonding attacchman

V. Data Fokus
• Identitas
- Biodata klien atau ibu
- Riwayat kehamilan sebelumnya yang berkaitan dengan antenatal care
- Riwayat persalinan atau kelahiran terdahulu (vakum, forceps, induksi oksitosin), BBLR, BBL besar
- Riwayat post partum : Perdarahan, hipertensi akibat kehamilan
- Riwayat penyakit yang diderita : sulit bernafas, hipertensi, kelainan jantung
- Riwayat kesehatan keluarga : Gameli, molahidatidosa
- Riwayat kehamilan sekarang : ANC, keluhan
 HPHT untuk menentukan taksiran partus :
Siklus 28 hari : tanggal (+7), bulan (-3), tahun (+1)
Siklus 35 hari : tanggal (+ 7 ), bulan (-3), tahun (+1)
 Sejak kapan ibu merasa mulas
 Apakah sudah teratur
 Kapan terakhir makan
 Kapan terakhir BAB atau BAK

• Pemeriksaan fisik
- Abdomen
a. Tinggi fundus uteri dengan pemeriksaan Leopold I, jika > 40 cm kemungkinan kehamilan kembar, poli hidramnion atau makrosamia
b. Posisi, letak, presentasi dan turunnya kepala janin dengan leopold II, III, IV
c. Pemeriksaan untuk menilai turunnya kepala janin : Station
- 5/5 : seluruh kepala janin dapat diraba dengan 5 jari
- 4/4, 3/5, 2/5, 1/5, 0

d. Kontraksi uterus
- Fase laten 1 kalla setiap 10 menit
- Fase aktif < 20 detik (lemah), 20-40 detik (sedang), > 40 detik (kuat)

e. DJJ normal: 120-140x/menit

VI. Diagnosa
1. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan krisis situasi, transmisi interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi
• Kriteria
- Ekspresi tenang, secara verbal mengatakan cemas berkurang

• Intervensi
- Berikan dukungan professional sesuai kebutuhan klien
- Orientasikan klien pada lingkungan, stak dan prosedur, berikan informasi tentang perubahan psikologis dan fisiologis
- Kaji dan pantau kontraksi uterus
- Anjurkan klien mengungkapkan perasaan, masalah dan rasa takut
- Dokumentasikan metode persalinan dan relaksasi, berikan kenyamanan
- Tingkatkan privacy dan penghargaan
- Berikan kesempatan klien untuk bertanya


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang, peningkatan pengeluaran
• Kriteria
- Tanda dehidrasi tidak ada
- Tanda-tanda vital stabil
- DJJ stabil
• Intervensi
- Pantau intake dan output, perhatikan BJ urine
- Anjurkan klien mengosongkan kandung kemih setiap 2-3 jam
- Pantau produksi mucus, jumlah air mata dan turgor kulit
- Berikan cairan pengganti
- Berikan perawatan mulut
- Pertimbangkan cairan parenteral
- Pantau hemotoksit

3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, kesalahan interpretasi informasi
• Kriteria
- Klien berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
- Klien mengungkapkan pemahaman

• Intervensi
- Informasi tentang prosedur dan kemajuan persalinan
- Diskusikan pilihan perawatan selama proses
- Dokumentasikan teknik pernafasan atau relaksasi dengan tepat (caldiyro garcio, semi fowler, klasik)
- Tinjau ulang aktivitas yang tepat dan tindakan pencegahan injury





DAFTAR PUSTAKA


Bobak, 2000, Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC
Doengoes, A. Marylin, 2000, Rencana Perawatan Maternal dan Bayi, Jakarta : EGC

Hamilton., 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC

LAPORAN PENDAHULUAN PRENATAL CARE

LAPORAN PENDAHULUAN
INTRANATAL CARE




Disusun Oleh :
LUKMANUL HAKIM
NIM : 10.09.13.1.024


PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MATERNITAS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG – BANTEN
2009


PRENATAL


1. DEFINISI

• Kehamilan adalah saat-saat krisis, saat terjadinya gangguan, perubahan identitas dan peran bagi setiap orang, ibu, bapak dan anggota keluarga. Serta terjadinya perubahan fisiologis meliputi berbagai system dalam tubuh. ( Homilton, 1995 )
• Kehamilan sebagai keadaan fisiologis dapat diikuti proses patologis yang dapat mengancam keadaan ibu dan janin sehingga tujuan pemeriksaan antenatal adalah mengenal perubahan yang mungkin terjadi sejak dini, menyiapkan fisik dan mental ibu serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas agar sehat dan normal setelah ibu melahirkan.

2. TANDA DAN GEJALA KEHAMILAN

a. Tanda Subjektif ( Resunitif Sign )
• Mual, Muntah
• Mengidam
• Lelah
• Payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri
• Konstipasi dan obstipasi
• Pigmentasi kulit
• Adanhya varises
• Tanda chadwik ( Bercak keunguan pada vagina )
• Leukore ( Keputihan )
• Amenore ( Tidak Haid )

b. Tanda Objektif ( Probabilitas Sign )
• Tanda Hegar adalah melunaknya segmen bawah uterus
• Tanda Gadles adalah melunaknya cerviks
• Ballottement adalah pantulan yang terjadi ketika jari pemeriksa mengetuk janin yang mengapung dalam uterus, menyebabkan janin berenang, mengapung dalam posisinya.
• Uterine Soffie ( Desiran ) : Goyangan, desiram nadi yang terdengar diatas uterus normal
• Kontraksi Braxton Hicks adalah kontraksi intermiten yang mungkin terjadi selama hamil dan tidak terasa sakit
• Strice Gravidarum, akibta tegangan terdapat garis tak teratur pada abdomen.

c. Tanda Pasti ( Positif ) pada kehamilan
Gerakan janin yang dapat dilihat, diras dan diraba bagian janin, denyut jantung janin (DJJ), terlihat tulang-tulang janin dalam fhoto Rontgen ( Mochtar, 1998 )

3. USIA KEHAMILAN

a. Usia Kehamilan berdasarkan Tinggi Fundus Uteri, secara tradisional :
• Sebelum minggu ke 3 Fundus uterus belum teraba dari luar
• Akhir bulan ke 3 ( 12 minggu ) : 1-2 jari diatas simpisis
• Akhir bulan ke 4 ( 16 minggu ) : Pertengahan antara simpisis dan pusat
• Akhir bulan ke 5 ( 20 minggu ) : 3 jari dibawah pusat ( Pinggir bawah pusat )
• Akhir bulan ke 6 ( 24 minggu ) : Setinggi Pusat ( Pinggir pusat )
• Akhir bulan ke 7 ( 28 minggu ) : 3 jari diatas pusat
• Akhir bulan ke 8 ( 32 minggu ) : pertengahan pusat dan Prosesus Xifoideus
• Akhir bulan ke 9 ( 36 minggu ) : 3 jari di bawah Prosesus Xifoideus
• Akhir bulan ke 10 ( 40 minggu ) : pertengan antara Prosesus Xifoideus dan pusat
b. Mc. Donald
1. untuk menentukan usia kehamilan dalam bulan :
Tinggi Fundus Uteri x ……....Bulan
3,5

2. Untuk menentukan usia kehamilan dalam minggu :
Tinggi Fundus Uteri x 8 ……....Minggu
7

c. HPHT
HPHP di hitung dari hari pertama Haid terakhir ibu.

4. ADAPTASI FISIK DAN PSIKOLOGIS KEHAMILAN

a. Perubahan / adaptasi fisik
1) Uterus
• Ukuran untuk memodifikasi pertumbuhan janin, rahim membesar akibat hipertropi oto polos rahim
• Berat : berat uterus naik drastis dari 30 gr menjadi 1000 gr pada akhir kehamilan
• Bentuk dan konsistensi : pada bulan pertama kehamilan bentuk rahim seperti buah alpukat, pada kehamilan keempat berbentuk bulat dan akhir kehamilan seperti telur. Uterus yang tidak hamil kira-kira sebesar telur bebek dan kehamilan sebesar telur angsa.
2) Indung Telur
Ovulasi terhenti, masa terdapat korpus liteum graviditas sampai terbentuknya, yang mengambil alih pengeluaran estrogen dan progesterone.

3) Vagina dan vulva
Karena pengaruh estrogen terjadi perubahan pada vagina dan vulva akibat hipervaskularisasi, vagina dan vulva terlihat lebih merah atau kebiruan yang disebut tanda chadwik.
4) Dinding perut
Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan menyebabkan robeknya serabut elastis dibawah kulit.
5) System sirkulasi darah
• Volume darah total dan volume plasma darah naik pesat sejak akhir trimester pertama, volume darah akan bertambah banyak kira-kira 25 % dengan puncaknya pada kehamilan 32 minggu, diikuti curah jantung yang meningkat sebanyak ± 30 %
• Protein darah, gambaran protein dalam serum berubah, jumlah protein albumin dan gama globulin menurun dalam triwulan pertama dan meningkat secara bertahap pada akhir kehamilan.
• Hitung jenis volume plasma darah, jumlah eritrosit cenderung meningkat untuk memenuhi kebutuhan transportasi O2 yang sangat diperlukan selama kehamilan.
• Nadi dan Tekanan darah cenderung menurun terutama selama trimester kedua dan kemudian akan meningkat lagi seperti pada pra-hamil.
• Jantung, pompa jantung mulai naik kira-kira 30 % setelah kehamilan 3 bulan menurun lagi, pada minggu-minggu akhir kehamilan.
6) System pernafasan
Wanita hamil kadang-kadang mengeluh sesak nafas dan pendek. Hal ini disebabkan oleh usus yang tertekan kearah diafragma akibat pembesaran uterus.
7) Saluran pencernaan
Salvias meningkat pada trimester pertama, mengeluh mual dan muntah, tonus otot-otot saluran pencernaan melemah sehingga mortilitas dan makanan lebih lama berada dalam saluran pencernaan. Absorbsi makanan baik namun akan menimbulkan obstipasi, gejala muntah.
8) Tulang dan gigi
Persendia panggul akan terasa longgar, karena ligament-ligamen melunak. Juga terjadi sedikit pelebaran pada ruang sendi apabila pemberian makanan dapat memenuhi kebutuhan kalsium janin, kalsium maternal pada tulang-tulang panjang akan berkurang untuk memenuhi kebutuhan ini. Bila konsumsi kalsium cukup tinggi tidak akan kekurang kalsium. Gingivitis kehamilan adalah gangguan yang disebabkan oleh factor lain seperti hygiene yang buruk disekitar mulut.
9) Kulit
Pada kulit terdapat pigmentasi :
• Wajah : disebut topeng kahmilan (Cloasma Gravidarum )
• Payudara : Putting susu dan aerola mamae
• Perut : Line Nigra, Strice
10) Kalenjar Endokrin
• Kalenjar Tiroid : dapat membesar sendiri
• Kalenjar Hipofisis : dapat membesar terutama lobus anterior
• Kalenjar Adrenal : Tidak dapat dipengaruhi
11) Metabolisme
Umumnya kehamilan mempunyai efek pada metabolisme, karena itu wanita hamil perlu mendapat makanan yang bergizi :
• Tingkat metabolisme basal (BMR) pada wanita hamil meningkat 10-20 %, terutama pada trimester akhir
• Keseimbangan asam alkali sedikit mengalami perubahan konsentrasi alkali.




b. Reaksi Psikologis

• TRIMESTER I
Umumnya wanita hamil pada periode ini mengalami reaksi psikologis dan emosional. Wanita yang pertama hamil ditunjukan adanya rasa kecemasan dan kegusaran.
• TRIMESTER II
Perubahan psikologis pada trimester II. Sudah menerima kehamilan dengan baik, perasaan cemas kembali muncul kembali kertika melihat keadaan perut yang semakin membesar.
• TRIMESTER III
Perubahan psikologis pada trimester III. Bertambahnya usia kehamilan akan mengakibatkan perasaan tidak nyaman, dan pada saat akan melahirkan akan muncul dan mulai dirasakan bayangan negative mulai mengahantui.

5. MASALAH YANG SERING TERJADI PADA KEHAMILAN

1. TRIMESTER I
• Perubahan pada payudara, hiperpigmentasi pada aerola
• Peningkatan frekuensi BAK
• Kelelahan , lemas dan capek
• Nausea , Vomitting, mual, muntah
2. TRIMESTER II
• Peningkatan Intake nutrisi
• Konstipasi
• Varises vena
• Leokoirhen
• Nyeri persendian dan pinggang
• Meningkatnya frekuensi BAK
• Rasa tidak nyaman/ tertekan pada area perineum
• Oedema kaki.
3. TRIMESTER III
• Oedema
• Sesak nafas
• Hemoroid
• Kram kaki

6. ANTENATAL CARE

Antenatal care adalah cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan ibu dengan kehamilan normal (Prawirohardjo, 2001)
Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim ( Manuaba, 1998)
• Tujuan Antenatal Care adalah :
 Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
 Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayar penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.\
 Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan social ibu serta bayi.
 Mempersiapkan cukup bulan, melahirkan dengan selamat
 Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif
 Mempersiapkan peran ibu, keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal. (Saifudin, 2001).

7. PENGKAJIAN

• Identitas
Nama, Umur, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat
• Keluhan Utama
Apa yang dirasakan oleh Klien
• Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan klien pada sata sekarang
• Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit yang pernah diderita oleh klien
• Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keturunan yang pernah diderita oleh anggota keluarga
• Data Kehamilan dan Persalinan
 Riwayat Menstruasi
HPHT ( Hukum Klegel, siklus 28 hari : +3 – 7 +1 ), siklus dan lama haid
 Riwayat Perkawinan
Usia pernikahan, Usia Suami / Istri pada saat menikah., status perkawinan
 Riwayat KB
Menggunakan Kontrasepsi, Jenis KB
 Riwayat ANC
Jumlah ANC, Jumlah T, tempat persalinan yang memeriksa keluhan saat hamil.
 Riwayat Persalinan
Persalinan yang lalu, jenis partus, penolong, penuyulit, persalinan bayi lahir, persalianan yang lalu, keadaan saat lahir.
 Pola Kegiatan sekari-hari
Makan, minum, pola eliminasi, (BAK,BAB), istirahat dan tidur, hygiene prenatal, aktivitas, keluhan konstipasi / sering BAK
 Psikologis
Perasaan kedua pasangan atas kehamilan sekarang.




8. PEMERIKSAAN FISIK

• Keadaan Umum
Penampilan umum, kesadaran (Compos mentis, Somnolen, Delirium, Apatis, semi koma, koma), Tanda-tanda Vital.
• Rambut
Inspeksi warna kulit kepala, Distribusi rambut, ada lesi atau tidak, palpasi tekstur, ada masa/tidak, rontok atau tidak, kaji nyeri tekan.
• Mata
Konjungtiva anemis/tidak, Skelera ikterik/tidak, ada masa/tidak, adanya nyeri tekan/tidak, reflek kornea dan pupil.
• Hidung
Bentuk, secret, potensi nasal, mukosa, saliva, penciuman, dan ada mas atau tidak.
• Mulut dan Gigi
Bentuk bibir, mukosa bibir lembab/tidak, sianosis/tidak, lidah bersih atau kotor, adanya caries atau tidak, kelengkapan gigi.
• Dada
Bentuk pergerakan dada, Respirasi Rate, Taktil fremitus, suara nafas, bunyi jantung,
• Payudara
Bengkak, hiperpigmentasi, putting susu keluar / tidak, ada masa / tidak.
• Abdomen
Bentuk simetris / tidak, ada lesi/tidak, Strice, Scrine Gravidarum.(+), TFU, Leopold I,II,III,dan IV.
• Ektremitas
Jumlah Jari tangan dan kaki, oedema, kesimetrisan, varises, oedema, reflek patella, reflek babinsky.




DAFTAR PUSTAKA


Bobak, 2000, Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC
Doengoes, A. Marylin, 2000, Rencana Perawatan Maternal dan Bayi, Jakarta : EGC

Hamilton., 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, Jakarta : EGC

Selasa, 05 Mei 2009

seminar TAK Lansia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten

MAKALAH
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK LANSIA
DI BALAI PERLINDUNGAN SOSIAL
PROVINSI BANTEN TAHUN 2009











Di Susun Oleh :
GERBONG A PSIK
ANGKATAN IV





PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN (STIKes-FA)
SERANG – BANTEN
2009



KATA PENGANTAR




Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehinga dapat menyusun Makalah dengan judul “Terapi Aktivitas Kelompok bagi Lansia Di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Provinsi Banten Tahun 2009” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas praktek profesi ners keperawatan gerontik yang dilakukan selama 3 minggu dari tanggal 13 April 2009 sampai dengan 01 Mei 2009.
Dalam menyusun makalah ini kami menemui beberapa kendala, tetapi berkat bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Terima kasih ini kelompok sampaikan kepada :
1. Ibu Dra. Neltri Suharti, Apt. MM sebagai Kepala Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten.
2. Bapak Bambang Kuntarto, S.Kp, M.Kes. sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Faletehan Serang.
3. Bapak Agus Triyanto, S.Pd. M.Si sebagai Kepala Sub. Bagian Tata Usaha Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
4. Ibu Watty Rosmawaty ,SE sebagai Seksi Pelayanan dan Perawatan Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
5. Bapak H. Sukaemi, S.Pd sebagai pelaksana Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
6. Bapak Dedih Nuryatna,S.Kp selaku Koordinator Praktek profesi Ners sekaligus Pembimbing praktek profesi keperawatan gerontik.
7. Bapak Deni Suwardiman, S.Kp. Selaku Pembimbing Praktek profesi keperawatan gerontik.
8. Ibu Leny Stia Pusporini, S.Kp. Selaku Pembimbing Praktek profesi keperawatan gerontik
9. Ibu Endang Am. Kep selaku Perawat Poliklinik Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
10. Seluruh perawat dan pegawai di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten
11. Seluruh dosen STIKes Faletehan Serang yang telah membimbing kami.
12. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu baik ide, moril dan materil.
Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena kami masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kelompok khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca





BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Gerontology is concerned primarily with problem of healthy aging rather than the prevention of aging”, sehingga tindakan preventif pada masalah kesehatan akibat penuaan menjadi lebih penting, daripada preventif penuaan. Pentingnya menjaga kualitas hidup lansia, mendorong Kalache untuk memperkenalkan konsep “active ageing”.kemudian Untuk itu diperlukan upaya guna menekan limitasi aktifitas fisik dasar ataupun memperbaiki keadaan limitasi aktifitas fisik dasar menjadi abilitas. Sejak tahun 1980 Amerika telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka limitasi aktifitas fisik dasar dan berhasil meningkatkan persen lansia yang bebas dari limitasi aktifitas fisik dasar atau mampu beraktifitas fisik dasar. Laporan Departement Health and Human Services Amerika (2003) menunjukkan, angka peningkatan aktifitas fisik dasar pada lansia kelompok usia 65 tahun keatas naik dari 71% di tahun 1984 menjadi 74,7% di tahun 1999 dan 82% di tahun 2002, sedangkan angka limitasi aktifitas fisik dasar kronis turun dari 22,1% di tahun 1984 menjadi 19,7% di tahun 1999, dan tahun 2002 menjadi 16%. Aktifitas fisik dasar pada laporan tersebut diukur berdasarkan kemampuan aktivitas fisik keseharian atau yang dikenal dengan ADL/ Activities of Daily Living dengan menggunakan indeks KATZ.
Manusia adalah makhluk sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang telah terjadi jika individu terlihat personal, jika individu yang terlihat saling merasakan kedekatan, sementara identitas pribadi masih dipertahankan (Stuart and Sundeen 1998).
Balai Perlindungan Sosial Propinsi Banten merupakan unit pelaksanaan teknis daerah (UPTD) pada dinas sosial dan tenaga kerja provinsi banten yang melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial kepada lanjut usia, anak balita terlantar, wanita korban tindak kekerasan, dan penyandang cacat grahita atau retradasi. Jumlah lansia di Balai Perlindungan Sosial adalah sebanyak 33 orang, jumlah lansia laki-laki sebanyak 16 orang dan jumlah lansia perempuan sebanyak 17 orang. Jumlah lansia dari tiap wisma yaitu pada wisma mawar terdapat 4 orang lansia, wisma baru 5 lansia, wisma isolasi terdapat 7 orang lansia, wisma kenanga sebanyak 8 orang lansia, wisma bougenville sebanyak 4 orang lansia, wisma edelweis sebanyak 5 orang lansia. Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami tertarik untuk menyusun makalah mengenai Terapi Aktivitas Kelompok Lansia di Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten Tahun 2009.

1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan umum yaitu merangsang kemampuan kognitif dan psikomotor klien sehingga klien mampu mempertahankan orientasi realitasnya (bersosialisasi, mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan).
Tujuan khususnya adalah:
1.2.1. Klien mampu meningkatkan rasa percaya diri
1.2.2. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada
1.2.3. Klien mengenal waktu dengan tepat.
1.2.4. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya dengan tepat.

1.3. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penyusunan makalah terapi aktivitas kelompok pada lansia adalah sebagai masukan dan bahan perbandingan bagi Balai Perlindungan Sosial Provinsi Banten dalam memberikan Pelayanan kepada kepada Lansia penghuni wisma.



1.4. Metode Penulisan

Metode penulisan yang kami gunakan dalam penyusunan makalah terapi aktivitas kelompok bagi lansia adalah Library Research (Studi Kepustakaan) dan Networking Reseacrh ( Internet ) agar mempermudah kami dalam mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan lansia dan terapi aktivitas kelompok lansia.
























BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Konsep Lansia

Menurut oraganisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan – perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus – menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994) menyebutkan masalah – masalah yang menyertai lansia yaitu: Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain, 2Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya, Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah,
Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah banyak dan Belajar memperlakukan anak – anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan perubahan fisk, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar adalah perubahan gerak.
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan ynag diminati oleh para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonomi/pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992)
Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri- ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia (Hurlock, 1979, Munandar, 1994) adalah: Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi Selalu mengingat kembali masa lalu Selalu khawatir karena pengangguran, Kurang ada motivasi, Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik, dan Tempat tinggal yang tidak diinginkan.
Di lain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah: minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilkukan saat ini dan memiliki kekhawatiran minimla trehadap diri dan orang lain.

2.2. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok
Kelompok merupakan individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain saling ketergantungan dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Sundeen, 1998)
Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai relasi atau hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan dapat bersama-sama mengikuti norma yang sama.
Therapy Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan kelompok klien dengan maksud memberi therapy bagi anggotanya. Dimana berkesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan respon social. Therapy Aktivitas Kelompok Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi sejumlah klien dalam membina hubungan sosial yang bertujuan untuk menolong klien dalam berhubungan dengan orang lain seperti kegiatan mengajukan pertanyaan, berdiskusi, bercerita tentang diri sendiri pada kelompok, menyapa teman dalam kelompok.
Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.

2.3. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok :
1) Mengembangkan stimulasi persepsi
2) Mengembangkan stimulasi sensoris
3) Mengembangkan orientasi realitas
4) Mengembangkan sosialisasi

2.4. Prinsip-prinsip memilih peserta terapi aktivitas kelompok
Prinsip memilih pasien untuk terapi aktifitas kelompok adalah homogenitas, yang dijabarkan antara lain;
1. Gejala sama
Misal terapi aktifitas kelompok khusus untuk pasien depresi, khusus untuk pasien halusinasi dan lain sebagainya. Setiap terapi aktifitas kelompok memiliki tujuan spesifik bagi anggotanya, bisa untuk sosialisasi, kerjasama ataupun mengungkapkan isi halusinasi. Setiap tujuan spesifik tersebut akan dapat dicapai bila pasien memiliki masalah atau gejala yang sama, sehingga mereka dapat bekerjasama atau berbagi dalam proses terapi.

2. Kategori sama
Dalam artian pasien memiliki nilai skor hampir sama dari hasil kategorisasi. Pasien yang dapat diikutkan dalam terapi aktifitas kelompok adalah pasien akut skor rendah sampai pasien tahap promotion. Bila dalam satu terapi pasien memiliki skor yang hampir sama maka tujuan terapi akan lebih mudah tercapai.

3. Jenis kelamin sama
Pengalaman terapi aktifitas kelompok yang dilakukan pada pasien dengan gejala sama, biasanya laki-laki akan lebih mendominasi dari pada perempuan. Maka lebih baik dibedakan.

4. Kelompok umur hampir sama
Tingkat perkembangan yang sama akan memudahkan interaksi antar pasien.

5. Jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi
Terlalu banyak peserta maka tujuan terapi akan sulit tercapai karena akan terlalu ramai dan kurang perhatian terapis pada pasien. Bila terlalu sedikitpun, terapi akan terasa sepi interaksi dan tujuanya sulit tercapai.

2.5. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok Bagi Lansia

• Agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan di hargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain
• Membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain serta merubah perilaku yang destrkutif dan maladaptif
• Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain unutk menemukan cara menyelesaikan masalah

2.6. Jenis-jenis Terapi Aktivitas Kelompok pada Lansia

2.6.1. Stimulasi Sensori (Musik)

Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang. Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Bagi penyanyi dalam sebuah kelompok, musik memberikan suatu komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri, dan masih terjadi ketika hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas dan pecah. Musik dapat mempersatukan suatu kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu unit yang fungsional. Fungsi musik sebagai ungkapan perhatian dapat dilihat ketika musik dialami sebagai suatu pemberian dari orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki apa-apa.
1. Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan bagi konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah: pendidikan musik, pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik merupakan yang paling muda dari ketiga bidang ini dan yang langsung berhubungan dengan aplikasi klinis musik.
Kata "terapi" dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar "penyembuhan suatu penyakit". Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk menstimulasi, memulihkan, menghidupkan, mempersatukan, membuat seseorang peka, menjadi saluran, dan memerdekakan. Terapi musik memiliki suatu kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan terjadinya perubahan hidup.
Musik merupakan bagian dari musik temporal, yaitu bahwa musik hadir dalam tari dan drama. Musik mengandung kumpulan yang sistematis dan teratur dari berbagai komponen suara irama, melodi, dan keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik, seperti bentuk seni lainnya, merupakan ekspresi yang penuh gaya. Musik melibatkan pengelolaan serta keterampilan dari materi artistik sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu, gagasan, atau keadaan perasaan.
Musik dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang: sejarah, teori, filsafat, estetika, atau fungsional. Musik yang fungsi utamanya lebih bersifat sosiologis atau psikologis daripada estetika murni disebut musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik digunakan dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada musiknya, maka saat itu berarti musik telah digunakan secara fungsional. Penggunaan musik secara estetika, di pihak lain, merupakan "musik demi musik belaka" atau "musik demi kepuasan artistik". Sebenarnya, pada batas tertentu kebanyakan musik memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu klasifikasi yang eksak kadang-kadang sulit diperoleh.
Suatu pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara terapis yang dibawakan dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan penggunaan terapi musik sebagai suatu dimensi khusus dari suatu cara terapi yang terintegrasi. Mula-mula pengalaman musikal dapat dipilih sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis, mungkin dapat juga dilakukan dengan memasukkan aktivitas-aktivitas seperti berperan serta dalam paduan suara gereja atau koor umum, menghadiri pagelaran musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain. Ini mengingat terapi musik formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi yang dapat dimainkan oleh hampir setiap orang.
Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh pengalaman musikal dengan "nilai terapetis" yang tidak berupa terapi musik formal. Misalnya, mereka dapat berpartisipasi dengan nyanyi bersama dalam acara rekreasi, mendengarkan rekaman musik yang inspiratif, atau menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur pasien.
Di pihak lain, terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut pemanfaatan secara hati-hati dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan potensial yang berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk memilih, memasang, dan memainkan musik itu sendiri, selain hubungannya dengan interaksi antara terapis dan pasien.
Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan sebagai suatu aktivitas kelompok secara umum dari lingkungan pergaulan terapetik dalam bentuk kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik, dan kelas apresiasi musik atau secara perseorangan dapat ditujukan kepada pasien tertentu berdasarkan kebutuhan terapi mereka yang unik dan kecakapan dalam bentuk vokal atau latihan instrumen dan teori musik dan pelajaran komposisi.
Pilihan materi musik, medium musik, tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik merupakan keputusan dan kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan pasien. Seperti dalam semua cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian terhadap pasien, aktivitas yang akan dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman terapetik, dan evaluasi.
Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan secara efektif dengan aktivitas seni lain yang kreatif, misalnya menari, psikodrama, puisi dan tulisan kreatif, melukis dan membuat patung, dan bermacam bentuk terapi pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat menjadi kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki individu. Secara psikologis, semua bentuk ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi kepuasan kebutuhan akan ego dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki, mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi dan dikasihi, dan mengembangkan suatu citra diri yang positif.
Terapi musik menempati posisinya yang kuat di antara terapi- terapi seni kreatif karena beberapa alasan. Pertama, musik secara tradisional dan secara benar disebut sebagai "bahasa universal". Setiap kultur memiliki tradisi musikal yang mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial, estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang serba guna dan dapat diperoleh. Hampir setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas musik dengan kadar kemampuan yang sama. Akhirnya yang ketiga, musik, terutama musik vokal dengan campuran musik dan puisi, mampu mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga nada emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.
2. Musik sebagai Terapi Tingkah Laku
Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar pengalaman yang mendidik atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada batas tertentu berfungsi sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan maksud-maksud sosial. Secara teknis, terapi musik telah didefinisikan sebagai "suatu sistem yang telah dikembangkan secara maksimal untuk menstimulasi dan mengarahkan tingkah laku untuk mencapai sasaran terapi yang benar-benar jelas". Salah satu penyajian yang terbaik dan paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh William Sears dalam makalahnya yang berjudul "Proces in Music Therapy".


a. Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas, untuk membuat aneka ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan manfaat yang diperoleh. Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut tingkah laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang teratur, kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik menimbulkan gagasan dan asosiasi ekstramusikal.
b. Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian seseorang. Sasaran harus memberikan kepuasan sehingga seseorang akan berusaha untuk memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman, baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk ekspresi diri dan untuk memperoleh kecakapan baru yang memperkaya citra diri (terutama bagi yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
c. Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu telah mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok. Sasarannya ialah untuk memperbanyak jumlah anggota dalam kelompok, menambah jangkauan dan variasi interaksi, dan menyediakan pengalaman yang akan memudahkan melakukan adaptasi terhadap kehidupan di luar lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi rasa secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat diterima; musik memberikan penghiburan dan rekreasi yang diperlukan bagi lingkungan terapi secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam pengembangan kecakapan sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat diterima secara lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat.



2.6.2. Stimulasi Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini maka diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
Aktifitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : seperti baca majalah, menonton acara televisi ; stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang mal adaptif atau destruktif, misalnya kemarahan dan kebencian .

2.6.3. Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan. Aktifitas dapat berupa : orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar dan semua kondisi nyata.

2.6.4. Sosialisasi
Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.





2.7. Nilai Terapeutik Dari Terapi Aktivitas Kelompok
• Pembinaan harapan
• Universalitas
• Altruism
• Penyebaran informasi
• Kelompok sebagai keluarga
• Sosialisasi
• Belajar berhubungan dengan pribadi lain
• Kohesivitas
• Katarsis dan Peniruan perilaku

2.8. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
 Memperkenalkan diri
 Tujuan kegiatan
 Jenis kegiatan
 Contoh kegiatan
 Kontrak
 Aturan main disepakati
 Evaluasi
 Reward jangan berlebihan

2.9. Fokus Terapi Aktivitas Kelompok
 Orientasi realitas
 Sosialisasi
 Stimulasi persepsi
 Stimulasi sensori
 Pengeluran energi



2.10. Model Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
 Fokal konflik model
• Mengatasi konflik yang tidak disadari
• Terapis membantu kelompok memahami terapi
• Digunakan bila ada perbedaan pendapat antar anggota kelompok
 Communication model
• Mengembangkan komunikasi: verbal, non verbal, terbuka
• Pesan yang disampaikan dipahami orang lain
 Model interpersonal
• Terapis ekerja dengan individu dan kelompok
• Anggota kelompok belajar dari interaksi antara anggota dan terapis
• Melalui proses interaksi: tingkah laku dapat dikoreksi

 Model psikodrama
• Aplikasi dari bermain peran dalam kehidupan

2.11. Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok
 Fase pre-kelompok: membuat tujuan
 Fase awal:
• Tahap orientasi: penentu sistem konflik sosial
• Tahap konflik: penentu siapa yang menguasai komunikasi
• Tahap kohesif: kebersamaan dalam pemecahan masalah
 Fase kerja:
• Fase yang menyenangkan bagi anggota dan pimpinan
• Kelompok menjadi stabil dan realistis
 Fase terminasi
• Muncul cemas, regresi
• Evaluasi dan feedback sangat penting
• Follow up

BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL TAK
Pada bab ini akan dibahas tentang kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) yang dilakukan dari TAK kecil (tiap wisma) dan TAK besar (di ikuti oleh seluruh wisma) dan hambatan yang ditemukan selama kegiatan TAK pada klien dan pemecahan masalah yang telah dilakukan.
Wisma Baru mengadakan TAK tentang Diskusi Kasus yang bertujuan agar klien mampu meningkatkan hubungan interpersonal, yang di ikuti oleh 3 orang. Hasil yang di peroleh sekitar 80% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK diskusi kasus dan dapat memberikan pendapatnya tentang kasus yang diberikan.
Wisma mawar mengadakan TAK tentang peningkatan rasa percaya diri lansia yang bertujuan agar klien mampu mengekspresikan kemampuan yang dimiliki (bernyanyi, ceramah, dan bermain musik), yang di ikuti oleh 4 orang. Hasil yang di peroleh sekitar 75% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK dan 25% peserta tidak dapat mengikuti kegiatan TAK.
Wisma Isolasi mengadakan TAK tentang menggambar yang bertujuan dapat mengekspresikan melalui gambar, yang di ikuti oleh 5 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 80% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK dan dapat mengekspresikan melalui gambar, sedangkan 20% tidak dapat mengikuti dan mengekspresikan melalui gambar.
Wisma kenanga mengadakan TAK tentang recall memori dan stimulasi warna yang bertujuan mampu mengenal orientasi realita dan mampu membedakan warna sebagai stimulus sensori, yang di ikuti oleh 8 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 75% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK dan dapat mengingat kembali, sedangkan 87,5% dapat memilih dan membedakan warna.
Wisma Bougenville mengadakan TAK tentang tanya jawab dan komunikata yang bertujuan dapat bersosialisasi dan meningkatkan kerja sama serta saling mendukung, mengasah memori terutama memori jangka pendek klien dan mengasah indera pengdengaran, yang di ikuti oleh 3 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 100% peserta dapat mengikuti kegiatan TAK dan menjawab semua pertanyaan dengan benar.
Wisma edelweis mengadakan TAK tentang aspek kognitif (orientasi dan perhatian kalkulasi), yang bertujuan dapat mempertahankan fungsi kognitif yang dimiliki yaitu aspek kognitif (orentasi dan perhatian kalkulasi), yang di ikuti oleh 3 orang. Hasil yang diperoleh sekitar 75% peserta dapat menjawab pertanyaan yang di berikan.dan 25 % peserta tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.
Hasil TAK besar 100% peserta dapat memperagakan busana yang dipakai, 90% peserta dapat menjawab pertanyaan yang diberikan tim terapis, 100% peserta TAK dapat merasakan kebahagiaan dan kesenangan dengan adanyan TAK. Adapun dibawah ini adalah peserta yang mengikuti kegiatan TAK besar adalah :
 Ny S.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awl sampai akhir. Dari penampilannya klien cukup baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien juga tampak baik, klien berjalan tegap tidak membungkuk ataupun memerlukan bantuan dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Ny T.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien sedang, klien berjalan dengan kaki diseret dan klien dapat menjawab satu pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn R.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien sedang, klien berjalan dengan menyeret kaki dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn. H.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien sedang, klien tampak berbusana biasa, dan gaya berjalan klien kurang, klien berjalan agak membungkuk dan klien dapat menjawab satu pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn. M.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien sedang, klien tampak berbusana biasa, dan gaya berjalan klien baik, klien berjalan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Ny. I.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien baik, klien berjalan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn. M.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien sedang, klien berjalan agak membungkuk dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Ny. S.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien kurang, klien tampak berbusana tidak rapi, dan gaya berjalan klien kurang, klien berjalan dengan tongkat dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.

 Ny. L.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien baik, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn. R.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien sedang, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Ny. K.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik, klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien sedang, klien berjalan dengan menyeret dan klien dapat menjawab satu pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.
 Tn. S2.
Klien kooperatif dalam kegiatan TAK, klien juga tampak senang dan klien dapat mengikuti TAK dari awal sampai akhir. Dari penampilannya klien baik klien tampak berbusana rapi, dan gaya berjalan klien baik, klien berjalan dengan tegap dan klien dapat menjawab semua pertanyaan dari tiga pertanyaan yang diberikan oleh tim terapis.





BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa, Terapi Aktifitas Kelompok sangat dibutuhkan bagi lansia karena dapat mempertahankan kemampuan stimulasi persepsi lansia, mempertahankan kemampuan stimulasi sensori lansia, mempertahankan kemampuan orientasi realitas lansia dan mempertahankan kemampuan sosialisasi lansia.
Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok bagi lansia yaitu agar anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain, membantu anggota kelompok berhubungan dengan yang lain, serta merubah perilaku yang destruktif dan mal adaptif dan Sebagai tempat untuk berbagi pengalaman dan saling mambantu satu sama lain untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Hasil Terapi Aktivitas Kelompok semua wisma yang ada di BPS 75.% berpenampilan baik, sekitar 42% memiliki gaya berjalan cukup baik karena klien berjalan masih tegap dan 83,3% klien mampu menjawab pertanyaan yang diberikan terapis, klien tampak memiliki memori cukup baik.

4.2. Saran
4.2.1 Balai Perlindungan Sosial (BPS)
• Diharapkan Terapi Alktivitas Kelompok Lansia (TAK) dimasukan kedalam jadwal kegiatan Rutinitas mingguan ataupun bulanan seperti kegiatan-kegiatan lainnya.
• Disarankan Kegiatan Terapi Aktivitas perwisma diadakan setiap satu kali dalam satu minggu, sedangkan untuk TAK besar ( yang diikuti oleh seluruh wisma disarankan untuk diadakan satu kali dalam satu bulan, dengan tujuan untuk bersosialisasi dan merangsang fungsi kognitif bagi para lansia.

4.2.2 Institusi Pendidikan
Diharapkan Institusi pendidikan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran dibidang keperawatan gerontik, agar mahasiswa profesi lebih terarah dalam melaksanakan asuhan keperawatan gerontik

4.2.3 Bagi Mahasiswa
• Diharapkan kepada mahasiswa yang akan melaksanakan praktek keperawatan gerontik telah mempersiapkan diri secara kognitif dengan penguasaan konsep asuhan keperawatan gerontik yang lebih matang sehingga tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan dilapangan /lahan praktek.
• Harus dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya pada saat tidak berinteraksi dengan klien, untuk melengkapi dokumentasi asuhan keperawatan serta datang dan pulang tepat waktu.